Selasa, 01 Maret 2011

Berkat Kambing, Warga Pagerpelah Bangun Rumah Bagus dan Kuliahkan Anak

 

KAMBING PE--Bupati  Banjarnegara, Djasri sedang mengamati kambing pejantan Peranakan Etawa di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar, yang harganya sekitar Rp 20 juta,-.  (foto: prasetyo/warta jateng)

BANJARNEGARA – Desa kambing.Begitu julukan yang diberikan Bupati Banjarnegara Djasri ketika berada di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar. Julukan itu tanpa mengada-ada. Sebab dari 278 desa dan kelurahan di Banjarnegara, Desa Pagerpelah memiliki populasi kambing terbanyak se-Banjarnegara.
    Potensi ternak kambing di Kecamatan Karangkobar, khususnya di Desa Pagerpelah, memang bagus.Hingga 31 Desember 2010 jumlah ternak kambing di Kecamatan bagian utara Banjarnegara itu  32.823 ekor, sedangkan jumlah penduduk 30.421 jiwa. Itu berarti populasi ternak kambing melebihi jumlah penduduk .
    Khusus di Desa Pagerpelah, dengan jumlah penduduk 539 Kepala Keluarga (KK) atau  2.098  jiwa, ternak kambing yang ada 5.021 ekor. "Itu berarti tiap KK di Desa Pagerpelah rata-rata memiliki 10 ekor kambing. Sebab itu, tidak keliru jika menyebut desa ini
sebagai desa kambing,"  ujar   Bupati Djasri ketika berkunjung ke Desa Pagerpelah, Selasa (25/1).
    Memasuki Desa Pagerpelah, memang layak memasuki desa kambing. Sepanjang mata memamandang, hampir di setiap rumah terdapat kandang kambing. Berkat memelihara kambing itu , banyak rumah-rumah permanen yang ditata bagus berdiri. Kesejahteraan pun meningkat,seiring kemampuan ekonomi masyarakat yang sebagian besar hidup dari bertani dan beternak  kambing.
    Usaha ternak kambing, utamanya jenis lokal Jawa Randu dan Peranakan Etawa (PE),dimulai warga Desa Pagerpelah sejak tahun 2004.
    Letak geografis yang tidak panas dan tidak dingin, menjadi salah satu keuntungan yang dimiliki Desa Pagerpelah. Iklim seperti ini sangat cocok untuk ternak kambing, sehingga bisa  berkembang pesat.
    Diungkapkan Kades Pagerpelah Sutoyo, usaha ternak kambing di desanya terdiri pembibitan, pemacek, pembesaran dan penggemukan. Untuk pembibitan  ternak, yakni kambing PE. Sedangkan penggemukan biasanya Jawa Randu.
    "Berkat memelihara kambing secara intensif, kini banyak rumah bagus berdiri di desa ini. Banyak juga orang tua yang menguliahkan anaknya hingga ke Purwokerto, Yogyakarta,Jakarta, Bandung dan Semarang. Keadaan ini berbeda jauh dengan 6 tahun lalu, dimana saat itu belum banyak masyarakat yang memelihara kambing," ujar Sutoyo kepada WJ.
    Usaha peternakan kambing ini, lanjut Sutoyo,  juga sangat bersinergis dengan usaha budidaya pertanian yang dijalankan oleh masyarakat . "Pasalnya,  air kencing dan kotoran kambing bermanfaat untuk pupuk tanaman,” jelasnya.
    Memelihara kambing, lanjut Sutoyo, memiliki sejumlah keuntungan. Yakni keuntungan modal dari bisnis yang dikembangkan, keuntungan pupuk dari kotoran ternak, dagingnya untuk konsumsi, dan kulitnya untuk kerajinan. Selain itu,  hijauan pakan ternak yang  ditanam juga dapat berfungsi sebagai penahan erosi tanah,  dan susu kambing yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan protein masyarakat. Meski produksi susu kambing belum dioptimalkan, namun mempunyai prospek yang bagus.
    “Ke depan kita juga sedang menjajagi peningkatan nilai produksi susu kambing dengan menjadikanya sebagai bahan baku permen,” katanya.
    Di pasaran, harga susu kambing PE lumayan tinggi,  per liternya  mencapai Rp 20 ribu. Untuk satu indukan mampu menghasilkan kurang lebih 3,5 – 4 ltr susu per harinya. “Susu kambing yang baik dihasilkan oleh Peranakan Etawan Super yang rata-rata harganya di  atas 10 juta rupiah,” katanya.
    Susu kambing, selama ini diyakini  bisa menyembuhkan aneka penyakit, seperti penyakit kulit, eksim serta gatal-gatal pada kulit. Selain itu, sangat manjur untuk mengatasi gangguan pernafasan, terapi TBC, dan infeksi akut pada paru-paru seperti asma.
   "Berdasarkan penelitian yang pernah saya baca, susu kambing juga bisa dimanfaatkan untuk  mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan  menyembuhkan asam urat tinggi serta bisa untuk mengobati kelainan ginjal yang disebut Nepbratic Syndrom," ujarnya.  
    Pengembangan ternak kambing di Desa Pagerpelah saat ini dilakukan melalui lima kelompok ternak. Beberapa bantuan dari
pemerintah,sudah seringkali dikucurkan ke desa ini, dan hasilnya pun bagus.
    "Bantuan terakhir pada bulan Desember 2009 lalu. Kelompok ternak mendapat bantuan hibah bergulir. Awalnya  hanya 16 ekor, kini sudah mencapai 129 ekor," ujarnya.
Termahal Rp 70 juta
    Dengan jumlah kambing yang ada saat ini mencapai 5000 lebih, Sutoyo menghitung total aset yang dimiliki desanya mencapai Rp 7,8 miliar lebih. Dengan asumsi, harga jual kambing antara Rp 5 juta - Rp 30 juta per ekor, tergantung besar kecilnya kambing.
Bahkan, seperti diakui Sutoyo, harga jual tertinggi pernah mencapai Rp 70 juta /ekor.
     “Harga itu diberikan kepada kambing dengan nama Luna yang dibeli oleh orang dari Tulungagung, Jawa-Timur,” ujar Sutoyo.
    Meskipun asetnya besar, namun pengembangan ternak kambing di Desa Pagerpelah, bukan berarti tanpa kendala. Salah satu  kesulitan yang kerap dikeluhkan peternak kambing yakni masalah minimnya ketersediaan pakan konsentrat sebagai tambahan hijauan pakan ternak.
    Hal itu sangat terasa,jika memasuki masa paceklik hijauan, maka untuk mendapatkan pakan konsentrat, peternak harus memasan
hingga ke Kabupaten Purworejo, Semarang  dan kota-kota lainnya. Harga di luar Banjarnegara pun cukup tinggi, Rp 125 ribu per setengah  kuintal.
    Untuk pemasaran, Sutoyo mengakui, tidak ada masalah. Sebab selalu terserap ke pembeli, baik itu di sekitar Banjarnegraa hingga Purworejo dan kota-kota lainnya.
    Belakangan ini, untuk lebih mengoptimalkan usaha ternak kambing di Desa Pagerpelah, pihak desea setempat sudah mendirikan Badan Usaha  Milik Desa (BUMDes) Sida Mukti serta koperasi. Kedua badan hukum ini  diharapkan bisa menjadi pusat kegiatan para peternak dalam mengembangkan ternak kambing miliknya. (prasetyo)

2 komentar:

  1. Maaf ni min.tapi kayanya ga gitu juga.soalnya penghasilan di desa pagerpelah yang paling menentukan Salak pondoh nya.setau saya tapi

    BalasHapus
  2. Wah, benarkah pak adiy? Jadi penghasilan utama warga disana terutama dari hasil bertaninya ya, bukan beternak?

    BalasHapus