Selasa, 01 Maret 2011
Berkat Kambing, Warga Pagerpelah Bangun Rumah Bagus dan Kuliahkan Anak
KAMBING PE--Bupati Banjarnegara, Djasri sedang mengamati kambing pejantan Peranakan Etawa di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar, yang harganya sekitar Rp 20 juta,-. (foto: prasetyo/warta jateng)
BANJARNEGARA – Desa kambing.Begitu julukan yang diberikan Bupati Banjarnegara Djasri ketika berada di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar. Julukan itu tanpa mengada-ada. Sebab dari 278 desa dan kelurahan di Banjarnegara, Desa Pagerpelah memiliki populasi kambing terbanyak se-Banjarnegara.
Potensi ternak kambing di Kecamatan Karangkobar, khususnya di Desa Pagerpelah, memang bagus.Hingga 31 Desember 2010 jumlah ternak kambing di Kecamatan bagian utara Banjarnegara itu 32.823 ekor, sedangkan jumlah penduduk 30.421 jiwa. Itu berarti populasi ternak kambing melebihi jumlah penduduk .
Khusus di Desa Pagerpelah, dengan jumlah penduduk 539 Kepala Keluarga (KK) atau 2.098 jiwa, ternak kambing yang ada 5.021 ekor. "Itu berarti tiap KK di Desa Pagerpelah rata-rata memiliki 10 ekor kambing. Sebab itu, tidak keliru jika menyebut desa ini
sebagai desa kambing," ujar Bupati Djasri ketika berkunjung ke Desa Pagerpelah, Selasa (25/1).
Memasuki Desa Pagerpelah, memang layak memasuki desa kambing. Sepanjang mata memamandang, hampir di setiap rumah terdapat kandang kambing. Berkat memelihara kambing itu , banyak rumah-rumah permanen yang ditata bagus berdiri. Kesejahteraan pun meningkat,seiring kemampuan ekonomi masyarakat yang sebagian besar hidup dari bertani dan beternak kambing.
Usaha ternak kambing, utamanya jenis lokal Jawa Randu dan Peranakan Etawa (PE),dimulai warga Desa Pagerpelah sejak tahun 2004.
Letak geografis yang tidak panas dan tidak dingin, menjadi salah satu keuntungan yang dimiliki Desa Pagerpelah. Iklim seperti ini sangat cocok untuk ternak kambing, sehingga bisa berkembang pesat.
Diungkapkan Kades Pagerpelah Sutoyo, usaha ternak kambing di desanya terdiri pembibitan, pemacek, pembesaran dan penggemukan. Untuk pembibitan ternak, yakni kambing PE. Sedangkan penggemukan biasanya Jawa Randu.
"Berkat memelihara kambing secara intensif, kini banyak rumah bagus berdiri di desa ini. Banyak juga orang tua yang menguliahkan anaknya hingga ke Purwokerto, Yogyakarta,Jakarta, Bandung dan Semarang. Keadaan ini berbeda jauh dengan 6 tahun lalu, dimana saat itu belum banyak masyarakat yang memelihara kambing," ujar Sutoyo kepada WJ.
Usaha peternakan kambing ini, lanjut Sutoyo, juga sangat bersinergis dengan usaha budidaya pertanian yang dijalankan oleh masyarakat . "Pasalnya, air kencing dan kotoran kambing bermanfaat untuk pupuk tanaman,” jelasnya.
Memelihara kambing, lanjut Sutoyo, memiliki sejumlah keuntungan. Yakni keuntungan modal dari bisnis yang dikembangkan, keuntungan pupuk dari kotoran ternak, dagingnya untuk konsumsi, dan kulitnya untuk kerajinan. Selain itu, hijauan pakan ternak yang ditanam juga dapat berfungsi sebagai penahan erosi tanah, dan susu kambing yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan protein masyarakat. Meski produksi susu kambing belum dioptimalkan, namun mempunyai prospek yang bagus.
“Ke depan kita juga sedang menjajagi peningkatan nilai produksi susu kambing dengan menjadikanya sebagai bahan baku permen,” katanya.
Di pasaran, harga susu kambing PE lumayan tinggi, per liternya mencapai Rp 20 ribu. Untuk satu indukan mampu menghasilkan kurang lebih 3,5 – 4 ltr susu per harinya. “Susu kambing yang baik dihasilkan oleh Peranakan Etawan Super yang rata-rata harganya di atas 10 juta rupiah,” katanya.
Susu kambing, selama ini diyakini bisa menyembuhkan aneka penyakit, seperti penyakit kulit, eksim serta gatal-gatal pada kulit. Selain itu, sangat manjur untuk mengatasi gangguan pernafasan, terapi TBC, dan infeksi akut pada paru-paru seperti asma.
"Berdasarkan penelitian yang pernah saya baca, susu kambing juga bisa dimanfaatkan untuk mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan menyembuhkan asam urat tinggi serta bisa untuk mengobati kelainan ginjal yang disebut Nepbratic Syndrom," ujarnya.
Pengembangan ternak kambing di Desa Pagerpelah saat ini dilakukan melalui lima kelompok ternak. Beberapa bantuan dari
pemerintah,sudah seringkali dikucurkan ke desa ini, dan hasilnya pun bagus.
"Bantuan terakhir pada bulan Desember 2009 lalu. Kelompok ternak mendapat bantuan hibah bergulir. Awalnya hanya 16 ekor, kini sudah mencapai 129 ekor," ujarnya.
Termahal Rp 70 juta
Dengan jumlah kambing yang ada saat ini mencapai 5000 lebih, Sutoyo menghitung total aset yang dimiliki desanya mencapai Rp 7,8 miliar lebih. Dengan asumsi, harga jual kambing antara Rp 5 juta - Rp 30 juta per ekor, tergantung besar kecilnya kambing.
Bahkan, seperti diakui Sutoyo, harga jual tertinggi pernah mencapai Rp 70 juta /ekor.
“Harga itu diberikan kepada kambing dengan nama Luna yang dibeli oleh orang dari Tulungagung, Jawa-Timur,” ujar Sutoyo.
Meskipun asetnya besar, namun pengembangan ternak kambing di Desa Pagerpelah, bukan berarti tanpa kendala. Salah satu kesulitan yang kerap dikeluhkan peternak kambing yakni masalah minimnya ketersediaan pakan konsentrat sebagai tambahan hijauan pakan ternak.
Hal itu sangat terasa,jika memasuki masa paceklik hijauan, maka untuk mendapatkan pakan konsentrat, peternak harus memasan
hingga ke Kabupaten Purworejo, Semarang dan kota-kota lainnya. Harga di luar Banjarnegara pun cukup tinggi, Rp 125 ribu per setengah kuintal.
Untuk pemasaran, Sutoyo mengakui, tidak ada masalah. Sebab selalu terserap ke pembeli, baik itu di sekitar Banjarnegraa hingga Purworejo dan kota-kota lainnya.
Belakangan ini, untuk lebih mengoptimalkan usaha ternak kambing di Desa Pagerpelah, pihak desea setempat sudah mendirikan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sida Mukti serta koperasi. Kedua badan hukum ini diharapkan bisa menjadi pusat kegiatan para peternak dalam mengembangkan ternak kambing miliknya. (prasetyo)
Nasib Bayi Kembar Siam dari Bukateja, Purbalingga
"Untuk Makan Saja Susah, Apalagi ke Semarang Nengok Cucu"
NY.SOLIYAH (55), warga Dukuh Karangpinggir RT 02/RW 10 Desa/Kecamatan Bukateja, Purbalingga sangat rindu ingin memeluk cucunya, bayi kembar siam yang lahir dari rahim Ny. Haryanti (23). Namun apa daya, karena tidak punya uang cukup, ia terpaksa mengurungkan niatnya untuk ke RS Karyadi, Semarang.
"Untuk makan sehari-hari saja susah, apalagi ke Semarang untuk nengok cucu," ujar Soliyah ketika ditemui WJ di rumahnya, Jumat (21/1).
Ny. Soliyah, kini berstatus janda. Suaminya, Rasidi, seorang buruh serabutan, sudah setahun lalu meninggal. Dari hasil perkawinannya dengan Rasidi, Soliyah dikaruniai 6 orang anak, dan Haryanti adalah anak ke lima. Setamat dari SD Bukateja IV, Haryanti ikut kakaknya di Tangerang untuk meneruskan pendidikan ke SMP. Hanya berbekal ijazah SMP, selama bertahun-tahun Haryanti bekerja di sebuah pabrik roti di Kota Bandung.
Di Kota Bandung itulah, Haryanti menemukan jodohnya dengan Tatang, seorang pemuda asal Tasikmalaya yang bekerja di sebuah
pabrik konveksi. Merasa cocok, keduanya pun menikah. Tak ada pesta ataupun resepsi, pernikahan Tatang-Haryanti digelar sangat
sederhana, tiga tahun silam.
"Seusai menikah, mereka lebih memilih tinggal di sini, karena kerja di Bandung setelah dihitung-hitung tidak seberapa,karena biaya hidup di Bandung cukup mahal," ujar Soliyah.
Untuk menopang hidup sehari-hari, Tatang memilih profesi sebagai penjual Batagor (bakso tahu goreng) keliling di sekitar Kecamatan Bukateja. Dagangannya itu, yang dijajakan dengan gerobag genjot, dijual dari satu SD ke SD lainnya, ataupun dari rumah ke rumah.
Setiap harinya, Tatang harus kulakan barang dagangannya itu ke Pasar Bukateja.Ia rutin membeli tepung tapioka (aci), terigu, kacang dan tahu serta bumbu-bumbu lainnya. Dibantu istrinya, ia olah barang-barang itu menjadi Batagor, yang dijual per biji Rp 500,-.
"Sekarang banyak saingan, sering dagangan menantu saya sisa banyak. Padahal ia tulang punggung keluarga , termasuk menghidupi saya," ujar Soliyah.
Soliyah mengaku tidak memiliki penghasilan tetap.Hanya saja, pada saat-sat tertentu ketika musim tandur di sawah tiba, ia sering diminta untuk tandur atau menanam padi di sawah tetangganya. Upahnya, borongan, sehari rata-rata Rp 10 ribu. Dalam sebulan ketika musim tanam tiba, ia bisa kerja 20 hari, sehingga bisa mendapat uang Rp 200.000,-. Padahal, tidak setiap bulan ada orang meminta bantuan tenaganya untuk tandur.
"Di daerah sini, sawahnya tadah hujan, sehingga musim tandur tiba enam bulan sekali.Yah..hasilnya segitu ya dicukup-cukupkan," ujar Soliyah.
Dan ketika musim panen tiba, Soliyah tak sungkan-sungkan kerja sebagai buruh mencari sisa-sisa padi di sawah. Di bawah terik matahari yang menyengat, ia mengaku rata-rata sehari bisa mengumpulkan buliran gabah sampai 1 kg. Jika dijual di Bukateja laku Rp 3000,-.
Soliyah mengaku, sejak Haryanti melahirkan bayi kembar siam, ia bingung harus bagaimana. Ia mengaku sudah menengok cucunya itu sehari setelah Haryanti melahirkan lewat operasi caesar di RS Emanuel Purworejo, Klampok, Banjarnegara. Namun sejak bayi itu dipindah ke RSUD Prof. Dr Margono Soekaryo Purwokerto, dan kini ditangani di RS Karyadi, Semarang, belum pernah menengok cucunya yang ke 11 itu.
Cucunya yang ke 10, Arif Santosa (2,5 tahun) yang juga kakak bayi kembar siam, sejak Selasa (18/1) lalu ikut dibawa ke Semarang. "Di sini Arif menangis terus, dia tidak mau dipisah sama ibunya. Akhirnya, ya ketika ayahnya sempat pulang sebentar untuk ambil pakaian pada Selasa itu, langsung diajak ke Semarang," ujar Soliah.
Soliyah menceritakan, sebagai rumah tangga muda dengan pekerjaan sebagai penjual Batagor yang tidak tentu hasilnya, memang berat untuk membikin rumah sendiri. Untuk itu, ia merelakan bagian belakang rumahnya, dibikin rumah ala kadarnya yang ditempati Tatang dan Haryanti.
Seperti disaksikan WJ, rumah itu sangat sederhana, berukuran 4 X 5 meter, semuanya berdinding bambu, dan beratapkan seng. Bahkan, di beberapa bagian dindingnya tampak menganga, sehingga mudah dilewati ayam yang berkeliaran di sekitar rumah itu. Rumah itu kemarin terkunci rapat, namun ketika WJ berniat masuk ke dalamnya, segera dibukakan oleh Soliyah.
"Beginilah tempat tinggal anak saya dan menantu saya," ujar Soliyah.
Di bagian depan rumah itu, tidak ada ruang tamu. Yang ada hanyalah sebuah kompor gas kecil yang sudah lama, dan seperangkat peralatan dapur serta rak berisi piring dan gelas. Di tempat ini, mereka memasak Batagor untuk dijual kelilingan.
Memasuki bagian dalam rumah itu, ada ruang kecil untuk santai. Terdapat sebuah televisi kuno berukuran 14 inchi dan sebuah kasur kumal, rak meja kecil dan almari kecil.
Di luar rumah, ada sebuah sumur, yang digunakan juga oleh Soliyah. Sementara untuk buang kotoran, mereka harus menuju ke Sungai Kacangan yang tidak jauh dari tempat itu.
Di depan rumah yang sangat sederhana itu, tepatnya di pojok kiri, terdapat sebuah gerobag genjot. Gerobag itu lah yang digunakan oleh Tatang untuk berjualan keliling, menjajakan batagor. Namun sudah seminggu lebih, gerobag genjot itu dibiarkan teronggok di pojok rumah milik Tatang dan Haryanti. Entah sampai kapan.(prasetyo)
FOTO: Ny. Soliyah di dekat gerobag dorong yang digunakan Tatang, memantunya untuk mencari nafkah. Kini gerobag itu menganggur, karena Tatang harus mengurus anak kembar siamnya di RS Karyadi, Semarang.
PR Bina Taruna Purwokerto
Saat berada di Puncak Gunung Slamet, ketinggian 3.428 mdpl.
Bertekad Meraih Kembali Masa Keemasan
PURWOKERTO--Menyebut prestasi olah raga renang di Purwokerto, tidak bisa lepas dengan Perkumpulan Renang (PR) Bina Taruna.
Perkumpulan renang tertua yang berdiri 27 Agustus 1975 , dimotori oleh Dimin BA , Joyo Awanto dan Ny. Joyo Awanto itu, diakui
telah memberikan sumbangan nyata atas prestasi renang sehingga mengangkat nama Kabupaten Banyumas, Provinsi Jateng dan Indonesia.
Di era tahun 1980-1990 an, ada Meitri Widya Pangestika yang kini tinggal di Amphoe Muang Phuket, Phuket, Thailand, dan Emmy
Sukowo. Di tahun 2000-an, ada nama Billy Arfianto. Mereka adalah perenang-perenang handal dari PR Bina Taruna, sehingga mengangkat
nama Bina Taruna pada masa keemasan.
Selain itu, pada tahun 1990 PR Bina Taruna sukses sebagai penyelenggara Kejuaraan Renang Antar Perkumpulan Nasional/KRAPNAS. Sekarang, KRAPNAS berganti nama menjadi Kejuaraan Renang Antar Perkumpulan Seluruh Indonesia/KRAPSI.
Seiring perjalanan waktu, regenerasi perenang di PR Bina Taruna agaknya tidak bisa berkembang baik. Banyak faktor yang mempengaruhinya.
Menurut Angela Dwi Pangestika, salah satu pelatih, salah satu penyebab regenerasi perenang di Bina Taruna terhambat,
adalah bertambah beratnya beban kurikulum pendidikan di sekolah, sehingga banyak orangtua yang merasa harus memberikan pelajaran
tambahan di luar jam sekolah kepada anak-anaknya.
"Hal itu mengakibatkan animo terhadap olahraga, khususnya renang, sangat berkurang. Kalau toh anak-anak diikutkan ke
perkumpulan renang, banyak orangtua yang mengharapkan anak-anaknya asal bisa berenang saja, tidak mengarah ke prestasi. Renang memang bukan merupakan olahraga yang populer seperti sepakbola," ujar wanita yang biasa disapa Inge ini ketika ditemui WJ di kolam renang Tirta Kencana Purwokerto, Senin (21/2).
Perlahan namun pasti , Inge yang juga kakak kandung Meitri Widya Pangestika, bertekad meraih kembali masa keemasan PR Bina
Taruna. Ia bersama dua pelatih lainnya, Handoyo Sugiono (Hansen) dan Ambar Aji Nugroho, serta pengurus PR Bina Taruna tengah bekerja keras untuk mempertahankan dan meningkatkan prestasi.
"Mohon doa restunya, semoga PR Bina Taruna bisa kembali berprestasi bagus seperti masa lalu," ujar Inge yang didampingi ayahnya, L Widjonarko .
Untuk menghasilkan perenang-perenang berprestasi itu, setiap Hari Inge bersama Hansen dan Ambar melatih perenang binaannya di
kolam renang Tirta Kencana Jl. Gerilya Purwokerto. Latihan mulai hari Senin hingga Sabtu, dari jam 16.00 - 18.00 WIB. Khusus Minggu
libur.
Para perenang-perenang PR Bina Taruna itu, tidak hanya dilatih fisik dan teknik berenang, namun juga digembleng mentalnya . "Mereka kami gembleng mentalnya dengan pengarahan-pengarahan, agar bermental juara," tambah Inge.
Selain itu, agar mental juara mereka kuat, PR Bina Taruna sering mengikutkan perenang-perenangnya dalam event-event rutin
seperti Kejurda, Kejuaraan Antar Perkumpulan (KRAP), Kejuaraan Antar Sekolah (KRAS), Kejurnas dan KRAPSI.
Saat ini, PR Bina Taruna memiliki perenang-perenang potensial yang siap mengharumkan kembali PR Bina Taruna. Untuk kelompok
putra, ada Angga Widya Permana (umur 19 tahun) mahir di gaya ganti, dan Khadik Agung Priangga (17) mahir di gaya dada. Sedang di
kelompok putri, Zefanya Trifena (11) mahir di gaya kupu, dan Febrina Shelfa (11) mahir di gaya dada.
"Saya berharap, mereka bisa mengikuti jejak Meitri Widya Pangestika, Emmy Sukowo dan Billy Arfianto yang namanya sudah
dikenal dunia pada masanya," tutur Inge.
Inge menambahkan, PR Bina taruna kini beranggotakan 30 an perenang, termasuk pemula.
Setiap saat, PR Bina Taruna menerima anak-anak yang ingin belajar renang, tidak hanya untuk prestasi tapi juga untuk pembelajaran dan kesehatan. Karena tujuan PR Bina taruna ingin lebih mempopulerkan olahraga renang di masyarakat.
Bagi yang ingin bergabung ke PR Bina Taruna, silahkan menghubungi sekretariat di Jl Jendral Sudirman Barat No. 128 Purwokerto, telp 0281-633391.(prasetyo)
Daya Tarik Wisata Sungai Tuntung Gunung Berkualitas Kelas Dunia
Andraz saat melakukan free style kayaking di Sungai Tuntung Gunung, Purbalingga.
PURBALINGGA - Daya tarik sungai gunung (creek) di wilayah Purbalingga, sebagai tempat tujuan wisata kayaking, memiliki kualitas kelas dunia.
"Sungguh luar biasa, setelah saya mengarungi Sungai Tungtung Gunung bersama Tim Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) Purbalingga akhir pekan lalu, bahwa daya tarik sungai itu untuk kegiatan creek boating (kayaking di sungai curam) memiliki level kelas dunia," ujar kayaker top Eropa, Andraz Krpic di Purbalingga, Minggu (20/2).
Andraz Krpic yang juga Presiden Freestyle Kayaking Slovenia itu, berada di Purbalingga selama sebulan, sejak awal Februari lalu, dan akan meninggalkan Purbalingga akhir bulan ini. Selama di Purbalingga itu, Andraz mengarungi sungai-sungai gunung, seperti Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Tambra. Pada Minggu (20/2), Andraz Krpic bersama Tim Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) mengarungi Su
ngai Tambra.
Saat mengarungi Sungai Tuntung Gunung yang mengalir di wilayah Kecamatan Bobotsari, pekan lalu, Andraz bersama tiga instruktur Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) Purbalingga, masing-masing Puji Jaya, Sigit Setiyanto, dan Toto Triwindarto. Mereka sukses mengarungi jalur tengah (middle section) untuk pertama kalinya.
Kayaker dunia, lanjut Andraz, biasanya memiliki tiga kriteria utama dalam menilai kualitas sungai gunung untuk kegiatan kayaking. Yakni batuan sungai yang membentuk terjunan, kualitas air, dan view atau pemandangan. Dari ketiga kriteria tersebut, Andraz menilai daya tarik Sungai Tungtung Gunung sangat khas.
“Saya tidak bisa membayangkan ada kayakers, khususnya creek boaters yang tidak menyukai Tungtung Gunung. Sungainya curam, airnya bening tidak tercermar seperti sungai-sungai di Jawa pada umumnya dan hangat untuk ukuran orang Eropa dan kayaker dari negara-negara berhawa dingin, serta pemandangannya menakjubkan,” ujarnya.
Pria lajang 27 tahun itu bahkan menilai sungai Tungtung Gunung mirip dengan sungai-sungai di Corsica, Italia, yang merupakan sungai klasik dan ramai dikunjungi wisatawan kayaking dunia.
"Bedanya, suhu air sungai di sini 22 derajat celsius. Di Corsica bisa di bawah nol," tutur Andraz melukiskan daya tarik sungai yang hulunya mengalir dari kaki gunung Slamet itu.
Koordinator Instruktur Sekolah Kayak Tirtaseta Puji Jaya kepada WJ mengungkapkan, jalur tengah Tungtung Gunung yang diarungi Andraz bersama Tim Tirtaseta membentang sepanjang tiga kilometer. Jalur sungai yang berada di desa Limbasari itu hanya selebar antara tiga hingga empat meter, dengan arus yang deras, turunan-turunan curam berbatu yang hanya bisa dilalui dengan kayak. Di sisi kiri dan kanan sungai, hutan pinus menjadi pemandangan sekitar yang dominan.
"Sungai ini, cocok bagi kayaker yang sudah memiliki ketrampilan tingkat lanjut (advance)," ujarnya.
Puji menambahkan, jalur bawah Sungai Tuntung Gunung sepanjang lima kilometer pertama kali diarungi oleh tim Tirtaseta pada 2009 lalu. Sedangkan jalur atas (upper section) sungai itu sepanjang tiga hingga empat kilometer hingga kini belum pernah diarungi.
"Jalur atas sungai ini yang tidak kalah menantang dan indahnya, kami simpan untuk program first descent (pengarungan pertama kali) berikutnya,"tambah Puji.
Andraz Krpic optimis,mengingat kualitas sungai Gunung di Purbalingga berkualitas dunia untuk olah raga kayak,maka tidak sulit bagi Purbalingga untuk menjadi tujuan baru yang sangat digemari kayakers internasional. (prs)
FOTO:
Andraz Krpic, saat mengarungi Sungai Tuntung Gunung di Purbalingga. Sungai itu, menurut Andraz, memiliki daya tarik wisata kelas dunia, sehingga sangat potensial untuk dikunjungi kayakers internasional di masa mendatang.
PURBALINGGA - Daya tarik sungai gunung (creek) di wilayah Purbalingga, sebagai tempat tujuan wisata kayaking, memiliki kualitas kelas dunia.
"Sungguh luar biasa, setelah saya mengarungi Sungai Tungtung Gunung bersama Tim Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) Purbalingga akhir pekan lalu, bahwa daya tarik sungai itu untuk kegiatan creek boating (kayaking di sungai curam) memiliki level kelas dunia," ujar kayaker top Eropa, Andraz Krpic di Purbalingga, Minggu (20/2).
Andraz Krpic yang juga Presiden Freestyle Kayaking Slovenia itu, berada di Purbalingga selama sebulan, sejak awal Februari lalu, dan akan meninggalkan Purbalingga akhir bulan ini. Selama di Purbalingga itu, Andraz mengarungi sungai-sungai gunung, seperti Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Tambra. Pada Minggu (20/2), Andraz Krpic bersama Tim Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) mengarungi Su
ngai Tambra.
Saat mengarungi Sungai Tuntung Gunung yang mengalir di wilayah Kecamatan Bobotsari, pekan lalu, Andraz bersama tiga instruktur Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) Purbalingga, masing-masing Puji Jaya, Sigit Setiyanto, dan Toto Triwindarto. Mereka sukses mengarungi jalur tengah (middle section) untuk pertama kalinya.
Kayaker dunia, lanjut Andraz, biasanya memiliki tiga kriteria utama dalam menilai kualitas sungai gunung untuk kegiatan kayaking. Yakni batuan sungai yang membentuk terjunan, kualitas air, dan view atau pemandangan. Dari ketiga kriteria tersebut, Andraz menilai daya tarik Sungai Tungtung Gunung sangat khas.
“Saya tidak bisa membayangkan ada kayakers, khususnya creek boaters yang tidak menyukai Tungtung Gunung. Sungainya curam, airnya bening tidak tercermar seperti sungai-sungai di Jawa pada umumnya dan hangat untuk ukuran orang Eropa dan kayaker dari negara-negara berhawa dingin, serta pemandangannya menakjubkan,” ujarnya.
Pria lajang 27 tahun itu bahkan menilai sungai Tungtung Gunung mirip dengan sungai-sungai di Corsica, Italia, yang merupakan sungai klasik dan ramai dikunjungi wisatawan kayaking dunia.
"Bedanya, suhu air sungai di sini 22 derajat celsius. Di Corsica bisa di bawah nol," tutur Andraz melukiskan daya tarik sungai yang hulunya mengalir dari kaki gunung Slamet itu.
Koordinator Instruktur Sekolah Kayak Tirtaseta Puji Jaya kepada WJ mengungkapkan, jalur tengah Tungtung Gunung yang diarungi Andraz bersama Tim Tirtaseta membentang sepanjang tiga kilometer. Jalur sungai yang berada di desa Limbasari itu hanya selebar antara tiga hingga empat meter, dengan arus yang deras, turunan-turunan curam berbatu yang hanya bisa dilalui dengan kayak. Di sisi kiri dan kanan sungai, hutan pinus menjadi pemandangan sekitar yang dominan.
"Sungai ini, cocok bagi kayaker yang sudah memiliki ketrampilan tingkat lanjut (advance)," ujarnya.
Puji menambahkan, jalur bawah Sungai Tuntung Gunung sepanjang lima kilometer pertama kali diarungi oleh tim Tirtaseta pada 2009 lalu. Sedangkan jalur atas (upper section) sungai itu sepanjang tiga hingga empat kilometer hingga kini belum pernah diarungi.
"Jalur atas sungai ini yang tidak kalah menantang dan indahnya, kami simpan untuk program first descent (pengarungan pertama kali) berikutnya,"tambah Puji.
Andraz Krpic optimis,mengingat kualitas sungai Gunung di Purbalingga berkualitas dunia untuk olah raga kayak,maka tidak sulit bagi Purbalingga untuk menjadi tujuan baru yang sangat digemari kayakers internasional. (prs)
FOTO:
Andraz Krpic, saat mengarungi Sungai Tuntung Gunung di Purbalingga. Sungai itu, menurut Andraz, memiliki daya tarik wisata kelas dunia, sehingga sangat potensial untuk dikunjungi kayakers internasional di masa mendatang.
Evakuasi adalah Harga Mati
Muhammad Ulul Azmi atau yang akrab dipanggil Azmi, berfoto di depan peninggalan bersejarah Piramida Mesir.(dok pribadi)
Kisah 20 Mahasiswa Cilacap saat Mesir Bergolak
Evakuasi adalah Harga Mati
CILACAP-Situasi politik dan keamanan di Mesir yang kian genting, memaksa sejumlah mahasiswa asal Cilacap yang tengah studi di Mesir,
akhirnya mendesak kepada Pemerintah RI lewat KBRI Mesir di Kairo untuk segera dievakuasi. Padahal, mereka sebelumnya berniat bertahan untuk tidak pulang dengan pertimbangan menyelesaikan studi , dan berharap agar kondisi keamanan membaik. Namun perkembangan situasi politik berkata lain.
Saat ini, mereka rata-rata sudah mengurus dukumen untuk pulang ke tanah air. Menurut mereka, evakuasi adalah harga mati.
Dalam komunikasi lewat jejaring sosial facebook dan E-mail, Muhammad Ulul Azmi, mahasiswa jurusan Syariah Universitas Al
Azhar Kairo asal Desa Welahan Wetan Kecamatan Adipala , Cilacap yang kini tinggal di Nasr City kepada WJ, mengungkapkan kegaualan
hati dirinya dan teman-temannya sesama mahasiswa yang kini masih terjebak di Mesir.
Bahkan, dalam foto profil di face booknya, Muhammad Ulul Azmi (Eka Sapta) memasang banner merah putih bertuliskan "Kami
Butuh" dan di bawahnya bergambar logo pesawat Garuda Indonesia. Dan di statusnya terakhirnya pada hari Minggu (6/2), Azmi--demikian
panggilan akrabnya, menulis: take me away....take me away.......
Berikut tanya jawab Warta Jateng (WJ) dengan Muhammad Ulul Azmi (MUA) lewat E-mail dan facebook, Minggu (6/2) siang seputar
kegalauan hati dirinya dan teman-temannya menghadapi situasi di negara yang terletak di benua Afrika bagian timur laut yang kini
sedang bergolak itu. Berikut petikannya:
WJ :Bisa diceritakan situasi di Kairo yang Anda pantau.
MUA :Kekacauan ini bermula ketika kelompok anti Mubarok mulai turun jalan di beberapa kota besar seperti Kairo, Alexandria, dan
Suez. Setelah beberapa hari, kelompok pro Mubarok--entah benar-benar pro atau bayaran saya tak tahu--mulai unjuk gigi melawan
kelompok anti Mubarok. Sampai akhirnya kedua kubu ini saling bentrok sendiri.
Pertama kali ada demonstrasi yang kami rasakan adalah ketakutan akan penjarahan massa demonstran yang lepas kendali.
Ketakutan lain yaitu pada para narapidana yang lepas dari penjara, karena semua polisi diinstruksikan untuk meninggalkan posnya.
Banyak perampokan pada rumah-rumah baik itu penduduk Mesir maupun orang asing seperti kami.
Saat itu bahkan para perampok menggunakan
mobil pick up, mereka mengangkut motor-motor yang ada diluar rumah. Ini terjadi di daerah Nasr City yg notabenenya sebagai komunitas
asia terbesar disini, termasuk daerah kami tinggal sekarang.Semua itu kami saksikan dengan mata kepala sendiri, betapa ngerinya
Mesir...!!!.
Yang kedua, ketakutan kami saat ini--sekitar lebih dari 10 hari lebih adanya demonstrasi--adalah kepada tentara militer.
Mereka seringkali mencurigai orang asing. Dan Pak Prasetyo (Wartawan WJ-red) sudah tahu sendiri di face book forum MENDESAK EVAKUASI TOTAL MASISIR [Masyarakat Indonesia di Mesir], disitu banyak sekali kasus-kasus yang menimpa mahasiswa disini.
Tadi sore, saya dapat offline YM dari salah satu mahasiswa disini, dia mendengar dai orang mesir, katanya situasi Mesir akan
semakin kacau karena demonstrasi tak akan berhenti sampai Mubarak turun. Dan militer mencurigai semua orang asing karena adanya orang
dari Iran yang ikut dalam massa demonstran anti mubarak. Dan orang itu bersenjata api. Artinya, interogasi-interogasi kepada orang asing akan semakin banyak terjadi.
Muhammad Ulul Azmi atau yang akrab dipanggil Azmi, berfoto bersama rekan-rekannya sesaat sebelum Mesir bergolak. (dok pribadi)
WJ : Bagaimana dengan kawan-kawan dari Cilacap?
MUA : Kawan-kawan dari Cilacap dan sekitarnya kebanyakan berasal dari almamater IKSA [Ikatan Keluarga Santri Pondok Pesantren
Kesugihan Cilacap]. Disini kami selalu menjaga kekompakan dengan selalu saling kontak satu sama lain. Orang tua kami di tanah air
juga saling mengenal sehingga walaupun sama2 khawatir, mereka bisa selalu memantau keadaan kami disini dengan mudah. Kalau ada salah
satu orang tua yg telfon kesini, mereka pasti menanyakan keberadaan kawan-kawan yang lain.
Saat ini ada sekitar 20 mahasiswa asal Cilacap yang masih bertahan di Mesir dan sudah bisa saling berkomunikasi satu sama
lain. Mereka berasal dari sejumlah kecamatan di cilacap, seperti Maos, Kroya, Majenang, dan Sidareja.
Selama masa kacau ini, kami dihimbau oleh KBRI Kairo untuk selalu berdiam diri di rumah dan hanya keluar ketika benar-benar
ada keperluan mendesak. Tanpa adanya himbauan ini, sebenarnya kami juga sudah takut untuk keluar rumah. Kata seorang kawan, takut
kena peluru nyasar.
WJ : Bagaimana dengan jaringan internet?
MUA :Internet dan Telepon genggam mati total sejak jum'at dinihari tanggal 28 Januari 2011. HP bisa untuk telepon sehari semalam setelahnya. Tapi tak bisa untuk sms sampai saat ini, banyak dari orang tua kami yang mengirimkan
sms banyak sekali. Ketika telepon atau chat baru diketahui bahwa sms mereka tak pernah sampai.
Sedangkan internet baru bisa di akses pada siang hari rabu tanggal 2 februari 2011.
Hampir semua rumah disini ada akses internetnya, karena biaya yang murah. Ditambah lagi bayarnya dibagi dengan kawan-kawan
serumah...yah..patungan gitu...he he he.
Ketika internet masih dimatikan, kegiatan kami hanya menonton TV atau main game di komputer. Kebetulan rumah kami tidak
menggunakan TV berbayar, akhirnya selama beberapa hari saya jadi pendukug Mubarak he he he... karena acara yg mereka tayangkan cuma berita dan berita... dan berita itupun di filter demi kepentingan Mubarak cs... hmpfhh...
Setelah internet hidup, akses berita masuk tanpa saringan lagi, dan ternyata banyak sekali kawan-kawan yg menjadi korban
kekacauan ini. Kebanyakan dari mereka adalah yg tinggal di kawasan Nasr City. Walaupun tidak mengakibatkan cedera fisik yg fatal,
tapi psikis kita benar-benar terguncang.
WJ :Punya pengalaman pribadi ditangkap militer Mesir?
MUA: Ya..ada. Ini pengalaman pribadi saya , pada Kamis sore (3/2) , saya keluar rumah bersama seorang teman serumah untuk membeli
telor dan sayuran. Kebetulan rumah kami adalah rumah lama tinggalan staff KBRI sehingga walaupun sekarang dihitung murah biaya
sewanya tapi terletak dikawasan militer dan lumayan elit.
Saat melewati tentara militer kami ditanya kartu identitas. Karena merasa sudah seperti di daerah sendiri, kami tak pernah
berfikir untuk membawa kartu identitas. Akhirnya saya ditahan sementara disitu, dan kawan saya kembali ke rumah untuk mengambil
kartu mahasiswa dan paspor. Padahal di sekeliling situ hampir semua orang mengenal kami. Bahkan tentara bawahannya juga mengenal
kami, tapi apa daya saya tetap harus menjadi tahanan sampai kawan saya datang dengan membawa kartu identitas kami.
WJ :Saat ini, Azmi tepatnya posisi di mana?
MUA :Saya bersama sebagian besar mahasiswa tinggal di Nasr City. Dan kebanyakan dari mereka berkumpul di Hay 'Asyir [Distrik
10]. Sedangkan saya tinggal agak jauh dari mereka di Jalan Yusuf Abas, dekat Stadion Internasional Cairo. Dan rumah saya adalah
satu-satuntya rumah Indonesia di daerah situ.
WJ :Bagaimana dengan kebutuhan air yang dikabarkan
kekurangan?
MUA :Untuk air kami tak perlu khawatir selama Sungai Nil belum dibendung he he he. Soalnya, kemarin-kemarin rakyat Mesir cemas
karena ada wacana dari Pemerintah Sudan hendak mengurangi aliran air Sungai Nil ke Mesir. Selama ini Nil menjadi sumber air untuk
seluruh Mesir.
WJ :Untuk persediaan bahan makanan bagaimana?
MUA :Untuk bahan makanan juga tidak separah yang diberitakan di Tanah Air. Sekarang toko-toko mulai buka. Bahkan warung sayur dan
buah selalu buka selama masa kekacauan ini. Permasalahan mungkin ada pada keuangan kami karena lembaga beasiswa memending sementara pemberian beasiswanya. Jadi mahasiswa-mahasiwa yang hanya mengandalkan beasiswa ini menjadi kalang kabut.
WJ :Kapan mau dievakuasi?
MUA :Tidak tahulah, yang jelas kami minta untuk secepatnya. Untuk saat ini evakuasi adalah harga mati bagi kami. Kami semua
ketakutan dan cemas ketika keluar rumah. Keselamatan kami tak terjamin di sini. Setiap saat ada bahaya peluru nyasar, perampokan
rumah, penyergapan oleh militer yg mencurigai kami, dll...
Kemarin ada wacana untuk mengungsikan kami ke Jordania dan Jeddah, tapi kurang tau kelanjutannya bagaimana.
Seperti Pak Prasetyo (wartawan WJ-red) tahu sendiri di forum kami, evakuasi seluruh WNI di Mesir sebenarnya sudah merupakan
perintah presiden, tapi Dubes disini yg selalu mengulur-ulur waktu dengan mengatakan bahwa keadaan kami disini aman.
Mau ga aman gimana, wong beliau rumahnya dikelilingi polisi dan duduk nyaman tak pernah kekurangan bahan makanan dll... ada
pembantu yg selalu menyiapkan semuanya.. Sedangkan kami harus selalu berhubungan dengan orang Mesir untuk memenuhi kebutuhan kami.
Dan daerah kami pun tak seaman daerah para pejabat itu.
WJ : Wah, senang bisa kuliah di Mesir ya?
MUA :Yah..beginilah pak. So pasti senang. Kesempatan untuk bisa kuliah di Al-Azhar As-Syarif adalah kesempatan langka. Dan kami
adalah orang-orang yang beruntung mendapatkan kesempatan langka itu. Walaupun sudah melewati masa keemasannya, Al-Azhar masih
disegani dan masih menjadi kiblat keilmuan Islam di dunia. Ulama-ulama Islam terkemuka dunia banyak lahir disini. Dan saat ini pun masih tekumpul ulama2 ahli Islam disini.
Apalagi Pak SBY sudah menjanjikan akan menjamin pengembalian kami ke sini setelah Mesir aman. Semoga ini bukan janji palsu.
WJ :Ok..terima kasih.
(prasetyo)
Kisah 20 Mahasiswa Cilacap saat Mesir Bergolak
Evakuasi adalah Harga Mati
CILACAP-Situasi politik dan keamanan di Mesir yang kian genting, memaksa sejumlah mahasiswa asal Cilacap yang tengah studi di Mesir,
akhirnya mendesak kepada Pemerintah RI lewat KBRI Mesir di Kairo untuk segera dievakuasi. Padahal, mereka sebelumnya berniat bertahan untuk tidak pulang dengan pertimbangan menyelesaikan studi , dan berharap agar kondisi keamanan membaik. Namun perkembangan situasi politik berkata lain.
Saat ini, mereka rata-rata sudah mengurus dukumen untuk pulang ke tanah air. Menurut mereka, evakuasi adalah harga mati.
Dalam komunikasi lewat jejaring sosial facebook dan E-mail, Muhammad Ulul Azmi, mahasiswa jurusan Syariah Universitas Al
Azhar Kairo asal Desa Welahan Wetan Kecamatan Adipala , Cilacap yang kini tinggal di Nasr City kepada WJ, mengungkapkan kegaualan
hati dirinya dan teman-temannya sesama mahasiswa yang kini masih terjebak di Mesir.
Bahkan, dalam foto profil di face booknya, Muhammad Ulul Azmi (Eka Sapta) memasang banner merah putih bertuliskan "Kami
Butuh" dan di bawahnya bergambar logo pesawat Garuda Indonesia. Dan di statusnya terakhirnya pada hari Minggu (6/2), Azmi--demikian
panggilan akrabnya, menulis: take me away....take me away.......
Berikut tanya jawab Warta Jateng (WJ) dengan Muhammad Ulul Azmi (MUA) lewat E-mail dan facebook, Minggu (6/2) siang seputar
kegalauan hati dirinya dan teman-temannya menghadapi situasi di negara yang terletak di benua Afrika bagian timur laut yang kini
sedang bergolak itu. Berikut petikannya:
WJ :Bisa diceritakan situasi di Kairo yang Anda pantau.
MUA :Kekacauan ini bermula ketika kelompok anti Mubarok mulai turun jalan di beberapa kota besar seperti Kairo, Alexandria, dan
Suez. Setelah beberapa hari, kelompok pro Mubarok--entah benar-benar pro atau bayaran saya tak tahu--mulai unjuk gigi melawan
kelompok anti Mubarok. Sampai akhirnya kedua kubu ini saling bentrok sendiri.
Pertama kali ada demonstrasi yang kami rasakan adalah ketakutan akan penjarahan massa demonstran yang lepas kendali.
Ketakutan lain yaitu pada para narapidana yang lepas dari penjara, karena semua polisi diinstruksikan untuk meninggalkan posnya.
Banyak perampokan pada rumah-rumah baik itu penduduk Mesir maupun orang asing seperti kami.
Saat itu bahkan para perampok menggunakan
mobil pick up, mereka mengangkut motor-motor yang ada diluar rumah. Ini terjadi di daerah Nasr City yg notabenenya sebagai komunitas
asia terbesar disini, termasuk daerah kami tinggal sekarang.Semua itu kami saksikan dengan mata kepala sendiri, betapa ngerinya
Mesir...!!!.
Yang kedua, ketakutan kami saat ini--sekitar lebih dari 10 hari lebih adanya demonstrasi--adalah kepada tentara militer.
Mereka seringkali mencurigai orang asing. Dan Pak Prasetyo (Wartawan WJ-red) sudah tahu sendiri di face book forum MENDESAK EVAKUASI TOTAL MASISIR [Masyarakat Indonesia di Mesir], disitu banyak sekali kasus-kasus yang menimpa mahasiswa disini.
Tadi sore, saya dapat offline YM dari salah satu mahasiswa disini, dia mendengar dai orang mesir, katanya situasi Mesir akan
semakin kacau karena demonstrasi tak akan berhenti sampai Mubarak turun. Dan militer mencurigai semua orang asing karena adanya orang
dari Iran yang ikut dalam massa demonstran anti mubarak. Dan orang itu bersenjata api. Artinya, interogasi-interogasi kepada orang asing akan semakin banyak terjadi.
Muhammad Ulul Azmi atau yang akrab dipanggil Azmi, berfoto bersama rekan-rekannya sesaat sebelum Mesir bergolak. (dok pribadi)
WJ : Bagaimana dengan kawan-kawan dari Cilacap?
MUA : Kawan-kawan dari Cilacap dan sekitarnya kebanyakan berasal dari almamater IKSA [Ikatan Keluarga Santri Pondok Pesantren
Kesugihan Cilacap]. Disini kami selalu menjaga kekompakan dengan selalu saling kontak satu sama lain. Orang tua kami di tanah air
juga saling mengenal sehingga walaupun sama2 khawatir, mereka bisa selalu memantau keadaan kami disini dengan mudah. Kalau ada salah
satu orang tua yg telfon kesini, mereka pasti menanyakan keberadaan kawan-kawan yang lain.
Saat ini ada sekitar 20 mahasiswa asal Cilacap yang masih bertahan di Mesir dan sudah bisa saling berkomunikasi satu sama
lain. Mereka berasal dari sejumlah kecamatan di cilacap, seperti Maos, Kroya, Majenang, dan Sidareja.
Selama masa kacau ini, kami dihimbau oleh KBRI Kairo untuk selalu berdiam diri di rumah dan hanya keluar ketika benar-benar
ada keperluan mendesak. Tanpa adanya himbauan ini, sebenarnya kami juga sudah takut untuk keluar rumah. Kata seorang kawan, takut
kena peluru nyasar.
WJ : Bagaimana dengan jaringan internet?
MUA :Internet dan Telepon genggam mati total sejak jum'at dinihari tanggal 28 Januari 2011. HP bisa untuk telepon sehari semalam setelahnya. Tapi tak bisa untuk sms sampai saat ini, banyak dari orang tua kami yang mengirimkan
sms banyak sekali. Ketika telepon atau chat baru diketahui bahwa sms mereka tak pernah sampai.
Sedangkan internet baru bisa di akses pada siang hari rabu tanggal 2 februari 2011.
Hampir semua rumah disini ada akses internetnya, karena biaya yang murah. Ditambah lagi bayarnya dibagi dengan kawan-kawan
serumah...yah..patungan gitu...he he he.
Ketika internet masih dimatikan, kegiatan kami hanya menonton TV atau main game di komputer. Kebetulan rumah kami tidak
menggunakan TV berbayar, akhirnya selama beberapa hari saya jadi pendukug Mubarak he he he... karena acara yg mereka tayangkan cuma berita dan berita... dan berita itupun di filter demi kepentingan Mubarak cs... hmpfhh...
Setelah internet hidup, akses berita masuk tanpa saringan lagi, dan ternyata banyak sekali kawan-kawan yg menjadi korban
kekacauan ini. Kebanyakan dari mereka adalah yg tinggal di kawasan Nasr City. Walaupun tidak mengakibatkan cedera fisik yg fatal,
tapi psikis kita benar-benar terguncang.
WJ :Punya pengalaman pribadi ditangkap militer Mesir?
MUA: Ya..ada. Ini pengalaman pribadi saya , pada Kamis sore (3/2) , saya keluar rumah bersama seorang teman serumah untuk membeli
telor dan sayuran. Kebetulan rumah kami adalah rumah lama tinggalan staff KBRI sehingga walaupun sekarang dihitung murah biaya
sewanya tapi terletak dikawasan militer dan lumayan elit.
Saat melewati tentara militer kami ditanya kartu identitas. Karena merasa sudah seperti di daerah sendiri, kami tak pernah
berfikir untuk membawa kartu identitas. Akhirnya saya ditahan sementara disitu, dan kawan saya kembali ke rumah untuk mengambil
kartu mahasiswa dan paspor. Padahal di sekeliling situ hampir semua orang mengenal kami. Bahkan tentara bawahannya juga mengenal
kami, tapi apa daya saya tetap harus menjadi tahanan sampai kawan saya datang dengan membawa kartu identitas kami.
WJ :Saat ini, Azmi tepatnya posisi di mana?
MUA :Saya bersama sebagian besar mahasiswa tinggal di Nasr City. Dan kebanyakan dari mereka berkumpul di Hay 'Asyir [Distrik
10]. Sedangkan saya tinggal agak jauh dari mereka di Jalan Yusuf Abas, dekat Stadion Internasional Cairo. Dan rumah saya adalah
satu-satuntya rumah Indonesia di daerah situ.
WJ :Bagaimana dengan kebutuhan air yang dikabarkan
kekurangan?
MUA :Untuk air kami tak perlu khawatir selama Sungai Nil belum dibendung he he he. Soalnya, kemarin-kemarin rakyat Mesir cemas
karena ada wacana dari Pemerintah Sudan hendak mengurangi aliran air Sungai Nil ke Mesir. Selama ini Nil menjadi sumber air untuk
seluruh Mesir.
WJ :Untuk persediaan bahan makanan bagaimana?
MUA :Untuk bahan makanan juga tidak separah yang diberitakan di Tanah Air. Sekarang toko-toko mulai buka. Bahkan warung sayur dan
buah selalu buka selama masa kekacauan ini. Permasalahan mungkin ada pada keuangan kami karena lembaga beasiswa memending sementara pemberian beasiswanya. Jadi mahasiswa-mahasiwa yang hanya mengandalkan beasiswa ini menjadi kalang kabut.
WJ :Kapan mau dievakuasi?
MUA :Tidak tahulah, yang jelas kami minta untuk secepatnya. Untuk saat ini evakuasi adalah harga mati bagi kami. Kami semua
ketakutan dan cemas ketika keluar rumah. Keselamatan kami tak terjamin di sini. Setiap saat ada bahaya peluru nyasar, perampokan
rumah, penyergapan oleh militer yg mencurigai kami, dll...
Kemarin ada wacana untuk mengungsikan kami ke Jordania dan Jeddah, tapi kurang tau kelanjutannya bagaimana.
Seperti Pak Prasetyo (wartawan WJ-red) tahu sendiri di forum kami, evakuasi seluruh WNI di Mesir sebenarnya sudah merupakan
perintah presiden, tapi Dubes disini yg selalu mengulur-ulur waktu dengan mengatakan bahwa keadaan kami disini aman.
Mau ga aman gimana, wong beliau rumahnya dikelilingi polisi dan duduk nyaman tak pernah kekurangan bahan makanan dll... ada
pembantu yg selalu menyiapkan semuanya.. Sedangkan kami harus selalu berhubungan dengan orang Mesir untuk memenuhi kebutuhan kami.
Dan daerah kami pun tak seaman daerah para pejabat itu.
WJ : Wah, senang bisa kuliah di Mesir ya?
MUA :Yah..beginilah pak. So pasti senang. Kesempatan untuk bisa kuliah di Al-Azhar As-Syarif adalah kesempatan langka. Dan kami
adalah orang-orang yang beruntung mendapatkan kesempatan langka itu. Walaupun sudah melewati masa keemasannya, Al-Azhar masih
disegani dan masih menjadi kiblat keilmuan Islam di dunia. Ulama-ulama Islam terkemuka dunia banyak lahir disini. Dan saat ini pun masih tekumpul ulama2 ahli Islam disini.
Apalagi Pak SBY sudah menjanjikan akan menjamin pengembalian kami ke sini setelah Mesir aman. Semoga ini bukan janji palsu.
WJ :Ok..terima kasih.
(prasetyo)
Rektor Prof Edy Yuwonno Ph.D:
Selalu Memantau Unsoed
MEMIMPIN sebuah Universitas yang memiliki 25 ribu lebih mahasiswa dan jumlah dosen hampir 1000 orang, menjadikan Rektor Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Edy Yuwono, Ph.D , sibuk. Belum lagi, ia juga masih mengajar mahasiswa, melakukan
penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya , serta menjalin kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi maupun lembaga di dalam negeri dan luar negeri.
Di sela-sela kesibukannya itu, ia setiap hari selalu memantau perkembangan Unsoed lewat internet.
"Seluruh civitas akademika Unsoed harus menyadari betul pentingnya dunia maya untuk berkomunikasi dengan pihak lain, demi
kemajuan Unsoed," ujar Rektor Unsoed, Prof Edy Yuwono Ph.D dalam perbincangan dengan WJ seusai melakukan launching website Unsoed, di ruang rektorat Unsoed, Kamis (17/2).
Website Unsoed yang dilauncing beralamat di www.unsoed.ac.id. Sebenarnya, website dengan domain unsoed.ac.id itu sudah lama
ada, namun kini penampilan dan konten yang ada diperbaharui. Dan jika sebelumnya hanya dengan satu bahasa Indonesia, kini website
itu tampil dengan teknik desain klasikal minimalis dan bisa dibaca dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Inggris.
Dengan launching website Unsoed tampilan baru itu, Rektor Prof Edy Yuwono menegaskan, website Unsoed yang resmi hanya satu,
www.unsoed.ac.id. "Selain itu, yang mengatasnamakan Unsoed, adalah ilegal," tegas Edy Yuwono, yang juga guru besar Fakultas Biologi
Unsoed ini.
Rektor asli Kebumen kelahiran 12 Agustus 1962 ini mengajak kepada fakultas, jurusan, program studi, Unit Kegiatan mahasiswa
(UKM) dan lembaga-lembaga di Unsoed untuk mengisi dan membuat sub domain yang di link dengan domain unsoed.ac.id. "Tulisan minimal
dibuat dalam dua bahasa , Indonesia dan Inggris. Syukur jika dibuat pula dalam bahasa Jerman, China dan Arab. Karena pembaca website
ini tidak hanya orang Indonesia maupun yang paham bahasa Inggris, namun juga bahasa ilmiah lain," harap Rektor.
Rektor juga mengajak kepada semua dosen Unsoed, untuk mau menguplod data akademis lewat blog dengan domain unsoed.ac.id. Saat ini, dari hampir 1000 dosen Unsoed, hanya sedikit yang membikin blog untuk menunjang proses perkuliahan.
"Kami harap, setelah website Unsoed dengan tampilan baru ini dilaunching, semua dosen unsoed harus bisa membuat blog, agar
blog itu bisa diakses semua kalangan, termasuk mahasiswanya. Dengan banyaknya pengakses, bisa menaikkan peringkat dalam penilaian webometrik," ujar Edy Yuwono, bapak dua putri dari hasil perkawinannya dengan Dra. Trusti Marhaeni ini.
Selain itu, kepada tim pengelola website unsoed, agar berita-berita atau data digital tentang Unsoed tiap hari diupdate.Pihak
pengelola perpustakaan Unsoed, mulai sekarang juga diberi kewenangan oleh Rektor untuk mendokumentasikan semua karya ilmiah mahasiswa dan dosen.
"Pokoknya semuanya go on line. Hal ini seiring upaya efisiensi yang dilakukan Unsoed untuk menuju paper less administration.
Pokoknya, semua pengumuman, surat-surat keputusan dan lain sebagainya, nantinya akan didistribusikan lewat on line dan bisa diakses di segala tempat dan waktu. Jadi tidak ada alasan bagi dosen, mahasiswa maupun tenga administrasi untuk tidak tahu," ujar Rektor Edy Yuwono.
Dengan launching website tampilan baru ini, Rektor Unsoed berharap, peringkat Unsoed di webometrik bisa naik. (prs)
FOTO: Rektor Unsoed Prof Edy Yuwono, Ph.D.
Selalu Memantau Unsoed
MEMIMPIN sebuah Universitas yang memiliki 25 ribu lebih mahasiswa dan jumlah dosen hampir 1000 orang, menjadikan Rektor Universitas
Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Prof. Edy Yuwono, Ph.D , sibuk. Belum lagi, ia juga masih mengajar mahasiswa, melakukan
penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya , serta menjalin kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi maupun lembaga di dalam negeri dan luar negeri.
Di sela-sela kesibukannya itu, ia setiap hari selalu memantau perkembangan Unsoed lewat internet.
"Seluruh civitas akademika Unsoed harus menyadari betul pentingnya dunia maya untuk berkomunikasi dengan pihak lain, demi
kemajuan Unsoed," ujar Rektor Unsoed, Prof Edy Yuwono Ph.D dalam perbincangan dengan WJ seusai melakukan launching website Unsoed, di ruang rektorat Unsoed, Kamis (17/2).
Website Unsoed yang dilauncing beralamat di www.unsoed.ac.id. Sebenarnya, website dengan domain unsoed.ac.id itu sudah lama
ada, namun kini penampilan dan konten yang ada diperbaharui. Dan jika sebelumnya hanya dengan satu bahasa Indonesia, kini website
itu tampil dengan teknik desain klasikal minimalis dan bisa dibaca dalam dua bahasa, yakni Bahasa Indonesia dan Inggris.
Dengan launching website Unsoed tampilan baru itu, Rektor Prof Edy Yuwono menegaskan, website Unsoed yang resmi hanya satu,
www.unsoed.ac.id. "Selain itu, yang mengatasnamakan Unsoed, adalah ilegal," tegas Edy Yuwono, yang juga guru besar Fakultas Biologi
Unsoed ini.
Rektor asli Kebumen kelahiran 12 Agustus 1962 ini mengajak kepada fakultas, jurusan, program studi, Unit Kegiatan mahasiswa
(UKM) dan lembaga-lembaga di Unsoed untuk mengisi dan membuat sub domain yang di link dengan domain unsoed.ac.id. "Tulisan minimal
dibuat dalam dua bahasa , Indonesia dan Inggris. Syukur jika dibuat pula dalam bahasa Jerman, China dan Arab. Karena pembaca website
ini tidak hanya orang Indonesia maupun yang paham bahasa Inggris, namun juga bahasa ilmiah lain," harap Rektor.
Rektor juga mengajak kepada semua dosen Unsoed, untuk mau menguplod data akademis lewat blog dengan domain unsoed.ac.id. Saat ini, dari hampir 1000 dosen Unsoed, hanya sedikit yang membikin blog untuk menunjang proses perkuliahan.
"Kami harap, setelah website Unsoed dengan tampilan baru ini dilaunching, semua dosen unsoed harus bisa membuat blog, agar
blog itu bisa diakses semua kalangan, termasuk mahasiswanya. Dengan banyaknya pengakses, bisa menaikkan peringkat dalam penilaian webometrik," ujar Edy Yuwono, bapak dua putri dari hasil perkawinannya dengan Dra. Trusti Marhaeni ini.
Selain itu, kepada tim pengelola website unsoed, agar berita-berita atau data digital tentang Unsoed tiap hari diupdate.Pihak
pengelola perpustakaan Unsoed, mulai sekarang juga diberi kewenangan oleh Rektor untuk mendokumentasikan semua karya ilmiah mahasiswa dan dosen.
"Pokoknya semuanya go on line. Hal ini seiring upaya efisiensi yang dilakukan Unsoed untuk menuju paper less administration.
Pokoknya, semua pengumuman, surat-surat keputusan dan lain sebagainya, nantinya akan didistribusikan lewat on line dan bisa diakses di segala tempat dan waktu. Jadi tidak ada alasan bagi dosen, mahasiswa maupun tenga administrasi untuk tidak tahu," ujar Rektor Edy Yuwono.
Dengan launching website tampilan baru ini, Rektor Unsoed berharap, peringkat Unsoed di webometrik bisa naik. (prs)
FOTO: Rektor Unsoed Prof Edy Yuwono, Ph.D.
"Saya Pernah Ditilang, Lalu Uangnya ke Mana Pak Polisi ?"
PURBALINGGA, WJ
"Pak , saya kan pernah ditilang. Lalu uang tilangnya ke mana setelah itu, pak?"
Pertanyaan itu meluncur dari mulut Yuni kartika, siswi Klas 9 B SMPN 1 Bukateja , Purbalingga dalam sesion tanya jawab sosialisasi UU No.22 Tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ). Acara sosialisasi yang berlangsung di Aula sekolah setempat , Sabtu (5/2/2011) itu dikuti kurang lebih 800 siswa SMPN 1 Bukateja dan jajaran dewan guru serta karyawan. Dari Satlantas Polres Purbalingga yang memberikan sosialisasi, yakni Aipda Sujud, Aiptu Nyamiran, dan Brigadir Budi Basuki.
Menanggapi pertanyaan Yuni, Aipda Sujud menjelaskan, setiap denda tilang dari pelaku pelanggaran lalu-lintas di jalan raya, eksekutornya adalah Kejaksaan Negeri.
"Uang itu disetor ke kas negara berupa Penghasilan Negara Bukan Pajak (PNBP). uang itu setelah terkumpul akan dikembalikan lagi ke masyarakat, untuk memeperbaiki jalan yang rusak, jembatan yang rusak dan fasilitas umum lainnya. Perlu diketahui, sesuai UU No 22 tahun 2009, polisi tidak lagi menerima uang titipan denda tilang," ujar Sujud.
Jika ada polisi yang menerima denda tilang, lanjut Sujud, silahkan dilaporkan. "Silahkan laporkan lewat SMS ke Pak kapolres Purbalingga langsung, dengan nomor HP 085726331111. Tapi laporan itu harus sesuai fakta, bukan ngarang sendiri yang dilandasi rasa dendam, sentimen atau benci. Kalau dilandasasi rasa seperti itu, itu namanya fitnah dan dosa," jawab Sujud.
Mendengar jawaban seperti itu, Yuni dan teman-temannya pun manggut-manggut, tanda puas atas jawaban dari Aipda Sujud.
Dalam sosialisasi itu, juga diperagakan 12 gerakan mengatur kendaraan di jalan raya, yang dipraktekkan dengan melibatkan sejumlah siswa.
Sosialisasi UU No 22 tahun 2009 pun menjadi gayeng, karena ketiga polisi yang membawakan materi penuh dengan guyonan-guyonan segar.Hingga kini, sudah puluhan sekolah, SD, SMP hingga SMA/SMK di Purbalingga menjadi sasaran sosialisasi UU tersebut.
Tujuan diadakan sosilisasi tersebut agar warga masyarakat, tak terkecuali para pelajar memahami tentang UU No.22 Tahun 2009 sebagai pengganti UU No.14 Tahun 1992. Pada UU itu mengatur ancaman baik pidana kurungan maupun denda hingga jutaan rupiah terhadap para pelanggar aturan lalu-lintas.
Aiptu Nyamiran menambahkan, dalam UU itu diatur bagi pengendara motor yang tidak memilki SIM di denda maksimal Rp1 juta sesuai dengan pasal 281, serta pasal 288 (1) jika tidak memilki STNK didenda Rp500 ribu. ''Apabila tidak memakai helm standar di denda Rp250 ribu (pasal 291 ayat 1 dan 2), serta bagi pengendara yang tidak melengkapi persyaratan teknis seperti kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem, dan knalpot, akan didenda Rp250 ribu (pasal 285 ayat 1),'' ujarnya.
Sedangkan, bagi pengendara roda empat agar menggunakan sabuk keselamatan (safety belt). ''Dan apabila tidak menggunakan sabuk keselamatan tersebut, akan didenda Rp1 juta (pasal 61 ayat 2),'' pungkasnya.
Di Purbalingga, lanjut Nyamiran, mulai 1 Februari sudah diterapkan light on sesuai UU NO 22 tahun 2009. Artinya, bagi para pengendara sepeda motor pada siang hari wajib menyalakan lampu. Jika tidak menyalakan lampu, sesuai aturan yang ada, dikenai denda Rp 100 ribu.(prasetyo/warta jateng)
ANTUSIAS--Siswa-siswi SMPN 1 Bukateja, Purbalingga sangat antusias ketika mengikuti sosialisasi UU NO 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas angkutan jalan (LLAJ), Sabtu (5/2/2011).
Berkat "Virtual Gamelan", Joko Raih Penghargaan dari MURI
KEBUMEN--Bagi siswa SMA Negeri 1 Prembun, Kabupaten Kebumen, laptop tidak lagi sebatas alat untuk mengetik atau mengakses internet.
Namun komputer jinjing itu sudah menjelma menjadi seperangkat alat musik gamelan.
Berkat soft ware "virtual Gamelan" yang diciptakan Joko Triyono, S.Pd, guru seni budaya SMAN 1 Prembun, siswa sekolah itu
kini piawai memainkan alat musik gamelan. Dengan laptop, mereka bisa memainkan bonang barung, bonang penerus, saron demung,saron penerus, kendhang, kenong, kethuk kempyang, kempul, slenthem dan gender barung.
Suara yang ke luar dari laptop yang disambung ke pengeras suara , seperti orkestra sebuah grup karawitan .
Setidaknya, ada sembilan laptop yang sudah diinstal soft ware virtual gamelan, ketika grup karawitan SMAN 1 Prembun tampil atau berlatih karawitan. Masing-masing laptop dipegang seorang, untuk memainkan salah satu perangkat gamelan.
Kini, berkat soft ware virtual gamelan itu, banyak siswa SMAN 1 Prembun yang piawai memainkan sejumlah gendhing Jawa,
seperti "Pangkur", "Kebogiro", "Prau Layar ", hingga "Gugur Gunung". Tentu saja, mereka senang belajar gamelan dengan laptop,
karena layaknya mereka sedang main game yang di klik lewat mouse.
Dan berkat soft ware gamelan itu pula, Joko Triyono pada Selasa malam (1/2) mendapat penghargaan dari Museum Rekor Indonesia
(MURI). Penghargaan diserahkan langsung oleh Menpora Andi Mallarangeng pada acara HUT ke 21 MURI di Jaya Suprana School of Perfoming Arts di Mall of Indonesia (MOI) Jalan Boulevard Barat Raya Kelapa Gading, Jakarta.
Saat itu, Menpora menyerahkan penghargaan kepada 25 pemuda-pemuda Indonesia yang telah menemukan atau memecahkan rekor 'ter' dalam bidang apapun, dan salah satu penerima penghargaan diantaranya adalah Joko Triyono.
Selain Joko Triyono, ada nama dua pebulutangkis Indonesia yaitu Markis Kido dan Hendra Setiawan. Keduanya peraih penghargaan
juara bulu tangkis ganda putra di 5 Kejuaraan (Nasional, SEA Games, Asian Games, Dunia dan Olimpiade).
"Suatu kehormatan dan kebanggaan tersendiri, saya dapat penghargaan dari MURI. Apalagi diserahkan langsung oleh Menpora Andi Mallarangeng," ujar Joko Triyono ketika ditemui WJ di rumahnya di RT 06/RW 02 Desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kebumen, Kamis (3/2).
Joko mengaku, belakangan sering diundang ke sejumlah sekolah di Jateng untuk mendemontrasikan kepiawaiannya bermain gamelan
dengan laptop. Undangan datang dari sekolah-sekolah di Tegal, Purbalingga, Kudus, Pati dan Kebumen yang terbilang dekat dengan
sekolahnya. Ia mengaku siap diundang sekolah-sekolah lainnya, khususnya pada hari Sabtu dan Minggu atau di luar kesibukannya sebagai guru.
Virtual gamelan buatan Joko, memang menarik. Permainan gamelan yang biasanya menggunakan alat musik gamelan yang berbentuk besar dan membutuhkan ruangan luas dia pindahkan ke program Flash Macromedia berukuran 3,5 megabyte.
Alat yang dibutuhkan cukup laptop atau komputer kerja dan tempat untuk memainkannya pun bisa menggunakan meja belajar.
Program virtual gamelan itu bisa dibawa ke mana saja dengan menyimpannya dalam kartu memori, seperti di USB flash disc yang
besarnya cuma seruas jari. Orang tak perlu repot membawa seperangkat gamelan untuk memainkan karawitan.
Saat ini, Joko terus berupaya menyempurnakan soft ware cipataannya. Pasalnya, soft ware itu masih memiliki
kelemahan. Yakni ada dua jenis alat musik gamelan yang belum bisa dimasukkan dalam programnya, yaitu siter dan rebab. Alasannya,
Joko belum menemukan cara memainkan alat itu dengan sebuah mouse komputer.
Sejak 2006
Sebetulnya Joko sudah memperkenalkan virtual gamelan sejak tahun 2006. Ciptaannya itu berhasil menggondol medali perak dan
perunggu untuk karya cipta guru yang diselenggarakan Departemen Pendidikan.
Ketertarikan Joko menciptakan virtual gamelan berawal dari rasa prihatin terhadap kendala klise pengadaan perangkat gamelan di sekolah yang selalu terbentur pada keterbatasan dana pendidikan.
”Padahal, kita tahu, gamelan merupakan bagian dari kurikulum. Namun, murid tak bisa memainkannya karena tak ada alatnya,”
tuturnya.
Joko yang dibantu istrinya, Sri Jatmawati, pada awal 2006 mencoba merekam semua alat musik karawitan dalam versi digital. Peralatan gamelan yang digunakan merekam dia pinjam dari sekolah dasar di dekat rumahnya di Desa Kabekelan, Kecamatan Prembun, Kebumen.
Perekaman suara dilakukan satu per satu. Joko dan istrinya serius melakukan pekerjaan ”besar ” ini. Perekaman suara instrumen
alat musik karawitan itu bisa selesai dalam tiga bulan.
Keterampilan Joko di bidang multimedia mendukung misinya merekam semua alat musik karawitan ke dalam versi digital hingga
menghasilkan virtual gamelan dalam program Flash Macromedia.
”Saya memang suka utak-atik program komputer. Terlebih karena multimedia memberikan ruang cukup luas untuk kegiatan apa saja,” katanya .
Dalam penyusunan program tersebut, Joko melalui dua tahap. Program itu disusun atas beberapa materi, yakni perbandingan musik, partitur pelog dan slendro, permainan gamelan yang dinamai orkestra, serta kuis gamelan yang dinamai game. Ukuran program yang
terbuat pun mencapai 8 megabyte.
Karya pertama dia itulah yang diajukan dalam lomba karya cipta guru Depdiknas pada pertengahan 2006 dan meraih medali perunggu.
Namun, karena mulai banyak kalangan yang tertarik dengan ciptaannya, Joko kemudian menyederhanakannya menjadi sebuah program musik tradisional karawitan dengan hanya memuat materi orkestra dan game. Program virtual gamelan buatannya itu hanya berukuran 3,5 megabyte atau sekitar separuh lebih kecil dari program buatan Joko yang pertama.
”Penyederhanaan ini juga saya lakukan supaya materi yang ditampilkan tidak terlalu rumit. Yang terpenting, anak-anak tetap bisa bermain gamelan dan mengenal gamelan lewat game,” ujarnya.(prasetyo)
PENGHARGAAN MURI--Joko Triyono bersama Menpora Andi Mallarangeng pada acara penghargaan dari MURI di Jaya Suprana School of Perfoming Arts di Mall of Indonesia (MOI) Jalan Boulevard Barat Raya Kelapa Gading, Jakarta, Selasa malam (1/2/2011).
PWI Banyumas Berikan Penghargaan Sejumlah Tokoh
PURWOKERTO--Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jateng VI/Banyumas memberikan penghargaan kepada sejumlah tokoh baik dari kalangan birokrat, BUMN, kepolisian, seniman dan warga masyarakat biasa. Penghargaan disampaikan pada malam resepsi peringatan Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2011 yang berlangsung di Pendopo Sipanji, Kabupaten Banyumas, Jum’at (25/2) malam.
Ketua PWI Jateng VI Supriyanto Wasdi mengatakan, penghargaan diberikan karena jasa-jasa mereka dalam menjalin kemitraan yang baik dengan jajaran pers, dan memiliki dedikasi dalam bidangnya masing-masing.
Penerima penghargaan tersebut masing-masing Bupati Banyumas, Bupati Purbalingga, PT Holchim, Kapolres Banyumas dan Kapolres Purbalingga. Sementara dari seniman, penghargaan diberikan kepada Suliyah, seniman lawak Banyumasan. Penghargaan lain diberikan kepada Wahyono, warga Cilacap yang menggerakan masyarakat sekitar untuk menyelamatkan pantai dengan melakukan penanaman hutan bakau.
Acara resepsi dimeriahkan dengan penampilan kelompok seniman jalanan ‘Maju Makmur’ pimpinan wartawan Indosiar Nanang Anna Noor, lawak Banyumasan Suliyah, dan pembacaan puisi oleh Edi Romadhon, wartawan Kedaulatan Rakyat. (prs)
BERIKAN PENGHARGAAN--Sekretaris PWI Jateng VI Banyumas, Sonik Jatmiko saat memberikan penghargaan kepada Bupati Purbalingga yang diwakili Kabag Humas Rusmo Purnomo pada malam resepsi HPN tahun 2011 di Pendopo Si Panji Banyumas, Jumat (25/2) malam. (foto:prasetyo/warta jateng)
Belajar semangat dari Na'imah
PURBALINGGA--Terik matahari Jumat (25/2) 13.30 siang itu tidak dihiraukan oleh Na'imah. Keriput wajah dan kulitnya yang menghitam--Na'imah mengaku berusia 75 tahun-- menandakan ia biasa dengan pekerjaannya . Yakni mengais gabah dari sisa-sisa paneh di tengah sawah saat matahari membakar kulitnya.
Na'imah tidak sendiri. Ia yang mengaku dari Kelurahan Bancar, Purbalingga, siang itu bersama 21 wanita yang berasal dari desa-desa di sekitar Purbalingga, suntuk memungut gabah dari sisa panen di sebuah petak sawah yang berada di sebelah selatan SMP Muhammadiyah Purbalingga.
Selain Na'imah, ada Fatonah, Daliyem, Sukiyem, Rasti, Tumini dan wanita-wanita lainnya yang rata-rata berusia di atas 30-an tahun. Dibanding rekan-rekannya, Na'imah adalah yang paling tua.
Belakangan ini, banyak petani di Purbalingga yang mulai memanen padinya. Seperti terlihat di sepanjang Kecamatan Purbalingga, Kalimanah, Bukateja, Kemangkon, Kejobong, Kaligondang dan Padamara. Namun ada juga petani yang mulai menanam padi di musim penghujan saat ini.
"Janjane anak putu pun nglarang kula kades makaten. Nanging kula nekad, mboten betah thenguk-thenguk thok teng ngumah. Nek nganggur nang ngumah, niku dadi bantale setan. (Sebenarnya anak cucu sudah melarang saya kerja seperti ini. Tapi saya nekad, tidak betah duduk-duduk di rumah. Kalau menganggur di rumah, itu jadi bantalnya setan)," ujar Na'imah yang sudah menjanda beberapa tahun ini kepada WJ, kemarin.
Sekitar pukul 08.00 WIB, Na'imah berangkat dari rumahnya, berjalan kaki mencari sawah yang sedang dipanen. Bersama sejumlah tetangganya, ia berangkat membawa bekal, diantaranya air putih yang diwadahi di botol bekas air mineral, nasi bungkus dengan lauk ala kadarnya.
Sengaja ia membawa bekal dari rumah, agar pada siang hari saat jam makan tiba, tidak mengeluarkan uang untuk jajan. Dan tak lupa, untuk menghindari sengatan matahari, ia kenakan tudung.
Setelah meminta ijin kepada pemilik sawah yang sedang dipanen, Na'imah yang sudah melakuni profesi sebagai pemungut gabah selama bertahun-tahun, segera turun ke sawah.
Belepotan lumpur di kedua kakinya, karena sawah yang sedang dipanen baru saja diguyur hujan, tidak menjadikan Na'imah mengeluh. Ia jalani memungut sebutir demi sebutir gabah yang berceceran di sawah, maupun memetik tangkai padi yang menyisakan gabah. Untuk memetik tangkai padi yang masih menyisakan gabah, ia gunakan ani-ani (alat pemetik padi tradisional).
Na'imah memang tidak secekatan rekan-rekannya yang usianya jauh lebih muda. Tenaga rentanya tidak sanggup harus mengumpulkan butiran-butiran gabah dalam jumlah banyak, ke dalam kantong plastik besar yang sudah disiapkan dari rumah.
"Sedinten kula paling kathah pikantuk 2 kg gabah. Kadhang-kadhang gabah kula sade, sekilo pajeng Rp 2.800,-. Nanging asring ugi kula kempalaken, kangge kula maem piyambak kaliyan lare lan putu-putu. (Sehari saya paling banyak mendapat 2 kg gabah. Kadang-kadang gabah saya jual, sekilo laku Rp 2800,-. Tetapi sering juga saya kumpulkan di rumah, untuk makan bersama anak-anak dan cucu-cucu," ujar Na'imah yang dikaruniai 3 anak dan 3 cucu ini.
Dari tiga anaknya itu, seorang diantaranya ada yang menjadi penyuluh pertanian di Kecamatan Kaligondang, Purbalingga. Dua anak lainnya bekerja serabutan, dan masih menumpang hidup bersama Na'imah.
"Kalau saya sehari bisa mendapatkan gabah 3- 5 kg. Rata-rata teman saya ya dapat segitu, kecuali Na'imah karena sudah tua, jadi gabah yang diperoleh sedikit. Gabah itu langsung saya jual, biasanya saya pulang jam 16. 00 WIB, dengan membawa uang Rp 8.400,- hingga Rp 14.000,-," timpal Fatonah, rekan Na'imah.
Fatonah yang suaminya seorang tukang becak, mengaku sejatinya jumlah uang segitu tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Belum lagi ia setiap pagi harus memberikan uang saku anak-anaknya yang masih sekolah di SMP dan SMA. "Cukup tidak cukup, ya dicukup-cukupkan," ujar Fatonah warga Kelurahan Penambongan, Purbalingga.
Arisan
Ada yang menarik di tengah kehidupan Na'imah, Fatonah dan para pemungut gabah itu. Meski hidup dalam keterbatasan, mereka guyub, dan seminggu sekali rutin mengadakan arisan.
Jumlah uang arisannya Rp 10.000,- setiap orang, dan beranggotakan 22 orang. Mereka adalah kelompok pemungut gabah yang berkeliling menghampiri sawah-sawah di sekitar Purbalingga yang sedang panen.Tentu saja, tempat arisannya berpindah-pindah, tergantung sawah yang sedang dipanen, yang jadi sasaran mereka.
Biasanya, arisan dikocok setiap Sabtu siang di pinggir sawah, saat mereka istirahat dari pekerjaan rutinnya. "Peserta arisan semuanya jujur, tidak ada yang sampai tidak setor. Jika dapat, lumayan bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup," kata mereka enteng. (prasetyo)
MENGAIS GABAH--Na'imah, meski tenaganya tetap renta, ia tidak ingin hanya menganggur di rumah. Ia dan puluhan wanita lainnya suntuk menekuni pekerjananya sebagai pengais gabah sisa-sisa panen. (foto: prasetyo/warta jateng)
Langganan:
Postingan (Atom)