Selasa, 01 Maret 2011

Berkat Kambing, Warga Pagerpelah Bangun Rumah Bagus dan Kuliahkan Anak

 

KAMBING PE--Bupati  Banjarnegara, Djasri sedang mengamati kambing pejantan Peranakan Etawa di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar, yang harganya sekitar Rp 20 juta,-.  (foto: prasetyo/warta jateng)

BANJARNEGARA – Desa kambing.Begitu julukan yang diberikan Bupati Banjarnegara Djasri ketika berada di Desa Pagerpelah, Kecamatan Karangkobar. Julukan itu tanpa mengada-ada. Sebab dari 278 desa dan kelurahan di Banjarnegara, Desa Pagerpelah memiliki populasi kambing terbanyak se-Banjarnegara.
    Potensi ternak kambing di Kecamatan Karangkobar, khususnya di Desa Pagerpelah, memang bagus.Hingga 31 Desember 2010 jumlah ternak kambing di Kecamatan bagian utara Banjarnegara itu  32.823 ekor, sedangkan jumlah penduduk 30.421 jiwa. Itu berarti populasi ternak kambing melebihi jumlah penduduk .
    Khusus di Desa Pagerpelah, dengan jumlah penduduk 539 Kepala Keluarga (KK) atau  2.098  jiwa, ternak kambing yang ada 5.021 ekor. "Itu berarti tiap KK di Desa Pagerpelah rata-rata memiliki 10 ekor kambing. Sebab itu, tidak keliru jika menyebut desa ini
sebagai desa kambing,"  ujar   Bupati Djasri ketika berkunjung ke Desa Pagerpelah, Selasa (25/1).
    Memasuki Desa Pagerpelah, memang layak memasuki desa kambing. Sepanjang mata memamandang, hampir di setiap rumah terdapat kandang kambing. Berkat memelihara kambing itu , banyak rumah-rumah permanen yang ditata bagus berdiri. Kesejahteraan pun meningkat,seiring kemampuan ekonomi masyarakat yang sebagian besar hidup dari bertani dan beternak  kambing.
    Usaha ternak kambing, utamanya jenis lokal Jawa Randu dan Peranakan Etawa (PE),dimulai warga Desa Pagerpelah sejak tahun 2004.
    Letak geografis yang tidak panas dan tidak dingin, menjadi salah satu keuntungan yang dimiliki Desa Pagerpelah. Iklim seperti ini sangat cocok untuk ternak kambing, sehingga bisa  berkembang pesat.
    Diungkapkan Kades Pagerpelah Sutoyo, usaha ternak kambing di desanya terdiri pembibitan, pemacek, pembesaran dan penggemukan. Untuk pembibitan  ternak, yakni kambing PE. Sedangkan penggemukan biasanya Jawa Randu.
    "Berkat memelihara kambing secara intensif, kini banyak rumah bagus berdiri di desa ini. Banyak juga orang tua yang menguliahkan anaknya hingga ke Purwokerto, Yogyakarta,Jakarta, Bandung dan Semarang. Keadaan ini berbeda jauh dengan 6 tahun lalu, dimana saat itu belum banyak masyarakat yang memelihara kambing," ujar Sutoyo kepada WJ.
    Usaha peternakan kambing ini, lanjut Sutoyo,  juga sangat bersinergis dengan usaha budidaya pertanian yang dijalankan oleh masyarakat . "Pasalnya,  air kencing dan kotoran kambing bermanfaat untuk pupuk tanaman,” jelasnya.
    Memelihara kambing, lanjut Sutoyo, memiliki sejumlah keuntungan. Yakni keuntungan modal dari bisnis yang dikembangkan, keuntungan pupuk dari kotoran ternak, dagingnya untuk konsumsi, dan kulitnya untuk kerajinan. Selain itu,  hijauan pakan ternak yang  ditanam juga dapat berfungsi sebagai penahan erosi tanah,  dan susu kambing yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk peningkatan protein masyarakat. Meski produksi susu kambing belum dioptimalkan, namun mempunyai prospek yang bagus.
    “Ke depan kita juga sedang menjajagi peningkatan nilai produksi susu kambing dengan menjadikanya sebagai bahan baku permen,” katanya.
    Di pasaran, harga susu kambing PE lumayan tinggi,  per liternya  mencapai Rp 20 ribu. Untuk satu indukan mampu menghasilkan kurang lebih 3,5 – 4 ltr susu per harinya. “Susu kambing yang baik dihasilkan oleh Peranakan Etawan Super yang rata-rata harganya di  atas 10 juta rupiah,” katanya.
    Susu kambing, selama ini diyakini  bisa menyembuhkan aneka penyakit, seperti penyakit kulit, eksim serta gatal-gatal pada kulit. Selain itu, sangat manjur untuk mengatasi gangguan pernafasan, terapi TBC, dan infeksi akut pada paru-paru seperti asma.
   "Berdasarkan penelitian yang pernah saya baca, susu kambing juga bisa dimanfaatkan untuk  mengontrol kadar kolesterol dalam darah dan  menyembuhkan asam urat tinggi serta bisa untuk mengobati kelainan ginjal yang disebut Nepbratic Syndrom," ujarnya.  
    Pengembangan ternak kambing di Desa Pagerpelah saat ini dilakukan melalui lima kelompok ternak. Beberapa bantuan dari
pemerintah,sudah seringkali dikucurkan ke desa ini, dan hasilnya pun bagus.
    "Bantuan terakhir pada bulan Desember 2009 lalu. Kelompok ternak mendapat bantuan hibah bergulir. Awalnya  hanya 16 ekor, kini sudah mencapai 129 ekor," ujarnya.
Termahal Rp 70 juta
    Dengan jumlah kambing yang ada saat ini mencapai 5000 lebih, Sutoyo menghitung total aset yang dimiliki desanya mencapai Rp 7,8 miliar lebih. Dengan asumsi, harga jual kambing antara Rp 5 juta - Rp 30 juta per ekor, tergantung besar kecilnya kambing.
Bahkan, seperti diakui Sutoyo, harga jual tertinggi pernah mencapai Rp 70 juta /ekor.
     “Harga itu diberikan kepada kambing dengan nama Luna yang dibeli oleh orang dari Tulungagung, Jawa-Timur,” ujar Sutoyo.
    Meskipun asetnya besar, namun pengembangan ternak kambing di Desa Pagerpelah, bukan berarti tanpa kendala. Salah satu  kesulitan yang kerap dikeluhkan peternak kambing yakni masalah minimnya ketersediaan pakan konsentrat sebagai tambahan hijauan pakan ternak.
    Hal itu sangat terasa,jika memasuki masa paceklik hijauan, maka untuk mendapatkan pakan konsentrat, peternak harus memasan
hingga ke Kabupaten Purworejo, Semarang  dan kota-kota lainnya. Harga di luar Banjarnegara pun cukup tinggi, Rp 125 ribu per setengah  kuintal.
    Untuk pemasaran, Sutoyo mengakui, tidak ada masalah. Sebab selalu terserap ke pembeli, baik itu di sekitar Banjarnegraa hingga Purworejo dan kota-kota lainnya.
    Belakangan ini, untuk lebih mengoptimalkan usaha ternak kambing di Desa Pagerpelah, pihak desea setempat sudah mendirikan Badan Usaha  Milik Desa (BUMDes) Sida Mukti serta koperasi. Kedua badan hukum ini  diharapkan bisa menjadi pusat kegiatan para peternak dalam mengembangkan ternak kambing miliknya. (prasetyo)

Nasib Bayi Kembar Siam dari Bukateja, Purbalingga

 
"Untuk Makan Saja Susah, Apalagi ke Semarang Nengok Cucu"
     NY.SOLIYAH  (55), warga Dukuh Karangpinggir  RT 02/RW 10 Desa/Kecamatan Bukateja, Purbalingga sangat  rindu ingin memeluk  cucunya, bayi kembar siam yang lahir dari rahim Ny. Haryanti  (23). Namun apa daya, karena tidak punya uang cukup, ia terpaksa mengurungkan niatnya untuk ke RS Karyadi, Semarang.
    "Untuk makan sehari-hari saja susah, apalagi ke Semarang untuk nengok cucu," ujar Soliyah ketika ditemui WJ di rumahnya, Jumat (21/1).
    Ny. Soliyah, kini berstatus janda. Suaminya, Rasidi, seorang buruh serabutan, sudah setahun lalu meninggal. Dari hasil perkawinannya dengan Rasidi, Soliyah dikaruniai 6 orang anak, dan Haryanti adalah anak ke lima. Setamat dari SD Bukateja IV, Haryanti ikut kakaknya di Tangerang untuk meneruskan pendidikan ke SMP. Hanya berbekal ijazah SMP, selama bertahun-tahun Haryanti bekerja di sebuah pabrik roti di Kota Bandung.
    Di Kota Bandung itulah, Haryanti menemukan jodohnya dengan Tatang, seorang pemuda asal Tasikmalaya yang bekerja di sebuah
pabrik konveksi. Merasa cocok, keduanya pun menikah. Tak ada pesta ataupun resepsi, pernikahan Tatang-Haryanti digelar sangat
sederhana, tiga tahun silam.
    "Seusai menikah, mereka lebih memilih tinggal di sini, karena kerja di Bandung setelah dihitung-hitung tidak seberapa,karena biaya hidup di Bandung cukup mahal,"  ujar Soliyah.
    Untuk menopang hidup sehari-hari, Tatang memilih profesi sebagai penjual Batagor (bakso tahu goreng) keliling di sekitar Kecamatan Bukateja. Dagangannya itu, yang dijajakan dengan gerobag genjot, dijual dari satu SD ke SD lainnya, ataupun dari  rumah ke rumah. 
    Setiap harinya, Tatang harus kulakan barang dagangannya itu ke Pasar Bukateja.Ia rutin membeli tepung tapioka (aci), terigu, kacang dan tahu serta bumbu-bumbu lainnya. Dibantu istrinya, ia olah barang-barang itu menjadi Batagor, yang dijual per biji Rp 500,-.
    "Sekarang banyak saingan, sering dagangan menantu saya sisa banyak. Padahal ia tulang punggung keluarga , termasuk menghidupi saya," ujar Soliyah.
    Soliyah mengaku tidak memiliki penghasilan tetap.Hanya saja, pada saat-sat tertentu ketika musim tandur di sawah tiba, ia sering diminta  untuk tandur atau menanam padi di sawah tetangganya. Upahnya, borongan, sehari rata-rata Rp 10 ribu. Dalam sebulan ketika musim tanam tiba, ia bisa kerja 20 hari, sehingga bisa mendapat uang Rp 200.000,-. Padahal, tidak setiap bulan ada orang meminta bantuan tenaganya untuk tandur.
    "Di daerah sini, sawahnya tadah hujan, sehingga musim tandur tiba enam bulan sekali.Yah..hasilnya segitu ya dicukup-cukupkan," ujar Soliyah.
    Dan ketika musim panen tiba, Soliyah tak sungkan-sungkan kerja sebagai buruh mencari sisa-sisa padi di sawah. Di bawah terik matahari yang menyengat, ia mengaku rata-rata sehari bisa mengumpulkan buliran gabah sampai 1 kg. Jika dijual di Bukateja laku Rp 3000,-.
    Soliyah mengaku, sejak Haryanti melahirkan bayi kembar siam, ia bingung harus bagaimana. Ia mengaku sudah menengok cucunya itu sehari setelah Haryanti melahirkan lewat operasi caesar di RS Emanuel Purworejo, Klampok, Banjarnegara. Namun sejak bayi itu dipindah ke  RSUD Prof. Dr Margono Soekaryo Purwokerto, dan kini ditangani di RS Karyadi, Semarang, belum pernah menengok cucunya yang ke 11 itu.
    Cucunya yang ke 10, Arif Santosa (2,5 tahun) yang juga kakak bayi kembar siam, sejak Selasa (18/1) lalu  ikut dibawa ke Semarang. "Di sini Arif menangis terus, dia tidak mau dipisah sama ibunya. Akhirnya, ya ketika ayahnya sempat pulang sebentar untuk ambil pakaian pada Selasa itu, langsung diajak ke Semarang," ujar Soliah.
    Soliyah menceritakan, sebagai rumah tangga muda dengan pekerjaan sebagai penjual Batagor yang tidak tentu hasilnya, memang  berat untuk membikin rumah sendiri. Untuk itu, ia merelakan bagian belakang rumahnya, dibikin rumah ala kadarnya yang ditempati Tatang dan Haryanti.
    Seperti disaksikan WJ, rumah itu sangat sederhana, berukuran 4 X 5 meter, semuanya berdinding bambu, dan beratapkan seng. Bahkan, di beberapa bagian dindingnya tampak menganga, sehingga mudah dilewati ayam yang berkeliaran di sekitar rumah itu. Rumah itu kemarin terkunci rapat, namun ketika WJ berniat masuk ke dalamnya, segera dibukakan oleh Soliyah.
    "Beginilah tempat tinggal anak saya dan menantu saya," ujar Soliyah.
    Di bagian depan rumah itu, tidak ada ruang tamu. Yang ada hanyalah sebuah kompor gas kecil yang sudah lama, dan seperangkat peralatan dapur serta rak berisi piring dan gelas. Di tempat ini, mereka memasak Batagor untuk dijual kelilingan.
    Memasuki bagian dalam rumah itu, ada ruang kecil untuk santai. Terdapat sebuah televisi kuno berukuran 14 inchi dan sebuah kasur kumal, rak meja kecil dan almari kecil.
    Di luar rumah, ada sebuah sumur, yang digunakan juga oleh Soliyah. Sementara untuk buang kotoran, mereka harus menuju ke Sungai Kacangan yang tidak jauh dari tempat itu.
    Di depan rumah yang sangat sederhana itu, tepatnya di pojok kiri, terdapat sebuah gerobag genjot. Gerobag itu lah yang digunakan oleh Tatang untuk  berjualan keliling, menjajakan batagor. Namun sudah seminggu lebih, gerobag genjot itu dibiarkan teronggok di pojok rumah milik Tatang dan Haryanti. Entah sampai kapan.(prasetyo)


FOTO: Ny. Soliyah di dekat gerobag dorong yang digunakan Tatang, memantunya untuk mencari nafkah. Kini gerobag itu menganggur, karena Tatang harus mengurus anak kembar siamnya di RS Karyadi, Semarang.

Anakku (2)

Anakku(1)

PR Bina Taruna Purwokerto



Saat berada di Puncak Gunung Slamet, ketinggian 3.428 mdpl.
Bertekad Meraih Kembali Masa Keemasan
PURWOKERTO--Menyebut  prestasi olah raga renang di Purwokerto, tidak bisa lepas dengan Perkumpulan Renang (PR) Bina Taruna.
Perkumpulan renang tertua yang berdiri  27 Agustus 1975 , dimotori oleh Dimin BA , Joyo Awanto dan Ny. Joyo Awanto itu, diakui
telah memberikan sumbangan nyata atas prestasi renang sehingga mengangkat nama Kabupaten  Banyumas, Provinsi Jateng dan Indonesia.
    Di era tahun 1980-1990 an, ada Meitri Widya Pangestika yang kini tinggal di Amphoe Muang Phuket, Phuket, Thailand, dan Emmy
Sukowo. Di tahun  2000-an, ada nama Billy Arfianto. Mereka adalah perenang-perenang handal dari PR Bina Taruna, sehingga mengangkat
nama Bina Taruna pada masa keemasan.
    Selain itu, pada tahun 1990 PR Bina Taruna sukses sebagai penyelenggara Kejuaraan Renang Antar Perkumpulan Nasional/KRAPNAS. Sekarang, KRAPNAS berganti nama menjadi Kejuaraan Renang Antar Perkumpulan Seluruh Indonesia/KRAPSI.
    Seiring perjalanan waktu, regenerasi perenang di PR Bina Taruna agaknya tidak bisa berkembang baik. Banyak faktor yang mempengaruhinya.
   Menurut Angela Dwi Pangestika, salah satu pelatih, salah satu penyebab regenerasi perenang di Bina Taruna terhambat,
adalah bertambah beratnya beban kurikulum pendidikan di sekolah, sehingga banyak orangtua yang merasa harus memberikan pelajaran
tambahan di luar jam sekolah kepada anak-anaknya.
    "Hal itu  mengakibatkan animo terhadap olahraga, khususnya renang, sangat berkurang. Kalau toh anak-anak diikutkan ke
perkumpulan renang, banyak orangtua yang mengharapkan anak-anaknya asal bisa berenang saja,  tidak mengarah ke prestasi. Renang memang bukan merupakan olahraga yang populer seperti sepakbola," ujar wanita yang biasa disapa Inge ini ketika ditemui WJ di kolam renang Tirta Kencana Purwokerto, Senin (21/2).
     Perlahan namun pasti , Inge yang juga kakak kandung Meitri Widya Pangestika, bertekad meraih kembali masa keemasan PR Bina
Taruna. Ia bersama dua pelatih lainnya, Handoyo Sugiono (Hansen) dan Ambar Aji Nugroho, serta  pengurus PR Bina Taruna tengah bekerja  keras  untuk mempertahankan dan  meningkatkan prestasi.
    "Mohon doa restunya, semoga PR Bina Taruna  bisa kembali berprestasi bagus seperti masa lalu,"  ujar Inge  yang didampingi ayahnya, L Widjonarko . 
    Untuk menghasilkan perenang-perenang berprestasi itu, setiap Hari Inge bersama Hansen dan Ambar melatih perenang binaannya di
kolam renang Tirta Kencana Jl. Gerilya Purwokerto. Latihan mulai hari Senin hingga Sabtu, dari jam 16.00 - 18.00 WIB. Khusus Minggu
libur.
    Para perenang-perenang  PR Bina Taruna itu, tidak hanya dilatih fisik dan  teknik berenang, namun juga digembleng mentalnya . "Mereka kami gembleng mentalnya  dengan    pengarahan-pengarahan, agar bermental juara," tambah Inge.
    Selain itu, agar mental juara mereka kuat, PR Bina Taruna sering mengikutkan perenang-perenangnya dalam  event-event rutin
seperti Kejurda, Kejuaraan Antar Perkumpulan  (KRAP), Kejuaraan Antar Sekolah (KRAS), Kejurnas  dan KRAPSI.
    Saat ini, PR Bina Taruna memiliki perenang-perenang potensial yang siap mengharumkan  kembali PR Bina Taruna. Untuk kelompok
putra, ada Angga Widya Permana (umur  19 tahun) mahir di gaya ganti, dan Khadik Agung Priangga (17) mahir di  gaya dada. Sedang di
kelompok putri, Zefanya Trifena (11) mahir di  gaya kupu, dan Febrina Shelfa (11) mahir di gaya dada.
    "Saya berharap, mereka bisa mengikuti jejak Meitri Widya Pangestika, Emmy Sukowo dan Billy Arfianto yang namanya sudah
dikenal dunia pada masanya," tutur Inge.
    Inge menambahkan, PR Bina taruna  kini beranggotakan 30 an perenang, termasuk pemula.
   Setiap saat, PR Bina Taruna menerima  anak-anak yang ingin belajar renang, tidak hanya untuk prestasi tapi juga untuk pembelajaran dan kesehatan. Karena tujuan PR Bina taruna ingin lebih mempopulerkan olahraga renang di masyarakat.
   Bagi  yang ingin bergabung ke PR Bina Taruna, silahkan menghubungi sekretariat  di Jl Jendral Sudirman Barat No. 128 Purwokerto, telp 0281-633391.(prasetyo)

Daya Tarik Wisata Sungai Tuntung Gunung Berkualitas Kelas Dunia

 Andraz saat melakukan free style kayaking di Sungai Tuntung Gunung, Purbalingga.


PURBALINGGA - Daya tarik sungai gunung (creek) di wilayah Purbalingga, sebagai tempat tujuan wisata kayaking, memiliki kualitas kelas dunia.
    "Sungguh luar  biasa, setelah saya mengarungi Sungai Tungtung Gunung bersama Tim Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) Purbalingga akhir pekan lalu, bahwa daya tarik sungai itu untuk kegiatan creek boating (kayaking di sungai curam) memiliki level kelas dunia," ujar kayaker top Eropa, Andraz Krpic di Purbalingga, Minggu (20/2).
    Andraz Krpic yang juga Presiden Freestyle Kayaking Slovenia itu, berada di Purbalingga selama sebulan, sejak awal Februari lalu, dan akan meninggalkan Purbalingga akhir bulan ini. Selama di Purbalingga itu, Andraz mengarungi sungai-sungai gunung, seperti Sungai Tuntung Gunung dan Sungai Tambra. Pada Minggu (20/2), Andraz Krpic bersama  Tim Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) mengarungi Su 
ngai Tambra.
    Saat mengarungi Sungai Tuntung Gunung yang mengalir di wilayah Kecamatan Bobotsari, pekan lalu, Andraz bersama tiga instruktur Sekolah Kayak Tirtaseta (SKT) Purbalingga, masing-masing Puji Jaya, Sigit Setiyanto, dan Toto Triwindarto. Mereka sukses mengarungi jalur tengah (middle section) untuk pertama kalinya.
    Kayaker dunia, lanjut Andraz, biasanya memiliki tiga kriteria utama dalam menilai kualitas sungai gunung untuk kegiatan kayaking. Yakni batuan sungai yang membentuk terjunan, kualitas air, dan view atau pemandangan. Dari ketiga kriteria tersebut, Andraz menilai daya tarik Sungai Tungtung Gunung sangat khas.
    “Saya tidak bisa membayangkan ada kayakers, khususnya creek boaters yang tidak menyukai Tungtung Gunung. Sungainya curam, airnya bening tidak tercermar seperti sungai-sungai di Jawa pada umumnya dan hangat untuk ukuran orang Eropa dan kayaker dari negara-negara  berhawa dingin, serta pemandangannya menakjubkan,” ujarnya.
    Pria lajang 27 tahun itu bahkan menilai sungai Tungtung Gunung mirip dengan sungai-sungai di Corsica, Italia, yang merupakan sungai klasik dan ramai dikunjungi wisatawan kayaking dunia.
    "Bedanya, suhu air sungai di sini 22 derajat celsius. Di Corsica bisa di bawah nol," tutur Andraz melukiskan daya tarik sungai yang hulunya mengalir dari kaki gunung Slamet itu.
    Koordinator Instruktur Sekolah Kayak Tirtaseta Puji Jaya kepada WJ mengungkapkan, jalur tengah Tungtung Gunung yang diarungi Andraz bersama Tim Tirtaseta membentang sepanjang tiga kilometer. Jalur sungai yang berada di desa Limbasari itu hanya selebar antara tiga hingga empat meter, dengan arus yang deras, turunan-turunan curam berbatu yang hanya bisa dilalui dengan kayak. Di sisi kiri dan kanan sungai, hutan pinus menjadi pemandangan sekitar yang dominan.
    "Sungai ini, cocok bagi kayaker yang sudah memiliki ketrampilan tingkat lanjut (advance)," ujarnya.
    Puji menambahkan, jalur bawah Sungai Tuntung Gunung sepanjang lima kilometer pertama kali diarungi oleh tim Tirtaseta pada 2009 lalu. Sedangkan jalur atas (upper section) sungai itu sepanjang  tiga hingga empat kilometer hingga kini belum pernah diarungi.
"Jalur atas sungai ini yang tidak kalah menantang dan indahnya, kami simpan untuk program first descent (pengarungan pertama kali) berikutnya,"tambah Puji.
    Andraz Krpic optimis,mengingat kualitas sungai Gunung di Purbalingga berkualitas dunia untuk olah raga kayak,maka tidak sulit bagi Purbalingga untuk menjadi tujuan baru yang sangat digemari kayakers internasional. (prs)

FOTO:
Andraz Krpic, saat mengarungi Sungai Tuntung Gunung di Purbalingga. Sungai itu, menurut Andraz, memiliki daya tarik wisata kelas dunia, sehingga sangat potensial untuk dikunjungi kayakers internasional di masa mendatang. 

Evakuasi adalah Harga Mati

Muhammad Ulul Azmi atau yang akrab dipanggil Azmi, berfoto di depan peninggalan bersejarah Piramida Mesir.(dok pribadi)  

Kisah 20 Mahasiswa Cilacap saat Mesir Bergolak
Evakuasi adalah Harga Mati

     CILACAP-Situasi politik dan keamanan di Mesir yang kian genting, memaksa sejumlah mahasiswa asal Cilacap yang tengah studi di Mesir,
akhirnya mendesak kepada Pemerintah RI lewat KBRI Mesir di Kairo untuk segera dievakuasi. Padahal, mereka sebelumnya berniat bertahan untuk tidak pulang dengan pertimbangan menyelesaikan studi , dan berharap agar kondisi keamanan membaik. Namun perkembangan situasi politik berkata lain.
    Saat ini, mereka rata-rata sudah mengurus dukumen untuk pulang ke tanah air. Menurut mereka, evakuasi adalah harga mati.
    Dalam komunikasi lewat jejaring sosial facebook dan E-mail, Muhammad Ulul Azmi, mahasiswa jurusan Syariah Universitas Al
Azhar Kairo asal Desa Welahan Wetan Kecamatan Adipala , Cilacap yang kini tinggal di Nasr City kepada WJ,  mengungkapkan kegaualan
hati dirinya dan teman-temannya sesama mahasiswa yang kini masih terjebak di Mesir.
    Bahkan, dalam foto profil di face booknya, Muhammad Ulul Azmi (Eka Sapta) memasang banner merah putih bertuliskan "Kami
Butuh" dan di bawahnya bergambar logo pesawat Garuda Indonesia. Dan di statusnya terakhirnya pada hari Minggu (6/2),  Azmi--demikian
panggilan akrabnya,  menulis: take me away....take me away.......
    Berikut tanya jawab Warta Jateng (WJ) dengan  Muhammad Ulul Azmi (MUA) lewat E-mail dan facebook, Minggu (6/2) siang seputar
kegalauan hati dirinya dan teman-temannya menghadapi situasi di negara yang terletak di benua Afrika bagian timur laut yang kini
sedang bergolak itu. Berikut petikannya:  

WJ    :Bisa diceritakan situasi di Kairo yang Anda pantau.
MUA    :Kekacauan ini bermula ketika kelompok anti Mubarok mulai turun jalan di beberapa kota besar seperti Kairo, Alexandria, dan
Suez. Setelah beberapa hari, kelompok pro Mubarok--entah benar-benar pro atau bayaran saya tak tahu--mulai unjuk gigi melawan
kelompok anti Mubarok. Sampai akhirnya kedua kubu ini saling bentrok sendiri.
    Pertama kali ada demonstrasi yang kami rasakan adalah ketakutan akan penjarahan massa demonstran yang lepas kendali.
Ketakutan lain yaitu pada para narapidana yang lepas dari penjara, karena semua polisi diinstruksikan untuk meninggalkan posnya.
Banyak perampokan pada rumah-rumah baik itu penduduk Mesir maupun orang asing seperti kami.
   Saat itu bahkan para perampok menggunakan
mobil pick up, mereka mengangkut motor-motor yang ada diluar rumah. Ini terjadi di daerah Nasr City yg notabenenya sebagai komunitas
asia terbesar disini, termasuk daerah kami tinggal sekarang.Semua itu kami saksikan dengan mata kepala sendiri, betapa ngerinya
Mesir...!!!.
    Yang kedua, ketakutan kami saat ini--sekitar lebih dari 10 hari lebih adanya demonstrasi--adalah kepada tentara militer.
Mereka seringkali mencurigai orang asing. Dan Pak Prasetyo (Wartawan WJ-red) sudah tahu sendiri di face book forum MENDESAK EVAKUASI TOTAL MASISIR [Masyarakat Indonesia di Mesir], disitu banyak sekali kasus-kasus yang menimpa mahasiswa disini.
    Tadi sore, saya dapat offline YM dari salah satu mahasiswa disini, dia mendengar dai orang mesir, katanya situasi Mesir akan
semakin kacau karena demonstrasi tak akan berhenti sampai Mubarak turun. Dan militer mencurigai semua orang asing karena adanya orang
dari Iran yang ikut dalam massa demonstran anti mubarak. Dan orang itu bersenjata api. Artinya, interogasi-interogasi kepada orang asing akan semakin banyak terjadi.



Muhammad Ulul Azmi atau yang akrab dipanggil Azmi, berfoto bersama rekan-rekannya sesaat sebelum Mesir bergolak. (dok pribadi)

WJ    : Bagaimana dengan kawan-kawan dari Cilacap?
MUA    : Kawan-kawan  dari Cilacap dan sekitarnya kebanyakan berasal dari almamater IKSA [Ikatan Keluarga Santri Pondok Pesantren
Kesugihan Cilacap]. Disini kami selalu menjaga kekompakan dengan selalu saling kontak satu sama lain. Orang tua kami di tanah air
juga saling mengenal sehingga walaupun sama2 khawatir, mereka bisa selalu memantau keadaan kami disini dengan mudah. Kalau ada salah
satu orang tua yg telfon kesini, mereka pasti menanyakan keberadaan kawan-kawan yang lain.
    Saat ini ada sekitar 20 mahasiswa asal Cilacap yang masih bertahan di Mesir dan sudah bisa saling berkomunikasi satu sama
lain. Mereka berasal dari sejumlah kecamatan di cilacap, seperti Maos, Kroya, Majenang, dan Sidareja.
    Selama masa kacau ini, kami dihimbau oleh KBRI Kairo untuk selalu berdiam diri di rumah dan hanya keluar ketika benar-benar
ada keperluan mendesak. Tanpa adanya himbauan ini, sebenarnya kami juga sudah takut untuk keluar rumah. Kata seorang kawan, takut
kena peluru nyasar.

WJ    : Bagaimana dengan jaringan internet?
MUA   :Internet dan Telepon genggam mati total sejak jum'at dinihari tanggal 28 Januari 2011. HP bisa untuk telepon sehari semalam setelahnya. Tapi tak bisa untuk sms sampai saat ini, banyak dari orang tua kami yang mengirimkan 
sms banyak sekali. Ketika telepon atau chat baru diketahui bahwa sms mereka tak pernah sampai.
    Sedangkan internet baru bisa di akses pada siang hari rabu tanggal 2 februari 2011.
Hampir semua rumah disini ada akses internetnya, karena biaya yang murah. Ditambah lagi bayarnya dibagi dengan kawan-kawan
serumah...yah..patungan gitu...he he he.
    Ketika internet masih dimatikan, kegiatan kami hanya menonton TV atau main game di komputer. Kebetulan rumah kami tidak
menggunakan TV berbayar, akhirnya selama beberapa hari saya jadi pendukug Mubarak he he he... karena acara yg mereka tayangkan cuma berita dan berita... dan berita itupun di filter demi kepentingan Mubarak cs... hmpfhh...
    Setelah internet hidup, akses berita masuk tanpa saringan lagi, dan ternyata banyak sekali kawan-kawan yg menjadi korban
kekacauan ini. Kebanyakan dari mereka adalah yg tinggal di kawasan Nasr City. Walaupun tidak mengakibatkan cedera fisik yg fatal,
tapi psikis kita benar-benar terguncang.

WJ    :Punya pengalaman pribadi ditangkap militer Mesir?
MUA:  Ya..ada. Ini pengalaman pribadi saya , pada  Kamis sore (3/2) , saya keluar rumah bersama seorang teman serumah untuk membeli
telor dan sayuran. Kebetulan rumah kami adalah rumah lama tinggalan staff KBRI sehingga walaupun sekarang dihitung murah biaya
sewanya tapi terletak dikawasan militer dan lumayan elit.
    Saat melewati tentara militer kami ditanya kartu identitas. Karena merasa sudah seperti di daerah sendiri, kami tak pernah
berfikir untuk membawa kartu identitas. Akhirnya saya ditahan sementara disitu,  dan kawan saya kembali ke rumah untuk mengambil
kartu mahasiswa dan paspor. Padahal di sekeliling situ hampir semua orang mengenal kami. Bahkan tentara bawahannya juga mengenal
kami, tapi apa daya saya tetap harus menjadi tahanan sampai kawan saya datang dengan membawa kartu identitas kami.

WJ    :Saat ini, Azmi tepatnya posisi di mana?
MUA    :Saya bersama sebagian besar  mahasiswa tinggal di Nasr City. Dan kebanyakan dari mereka  berkumpul di Hay 'Asyir [Distrik
10]. Sedangkan saya tinggal agak jauh dari mereka di Jalan Yusuf Abas, dekat Stadion Internasional Cairo. Dan rumah saya adalah
satu-satuntya  rumah Indonesia di daerah situ.

WJ    :Bagaimana dengan  kebutuhan air yang dikabarkan  
          kekurangan?
MUA    :Untuk air kami tak perlu khawatir selama Sungai Nil belum dibendung he he he.  Soalnya,  kemarin-kemarin  rakyat Mesir cemas
karena ada wacana dari Pemerintah Sudan hendak mengurangi aliran air Sungai Nil ke Mesir. Selama ini Nil menjadi sumber air untuk
seluruh Mesir.

WJ    :Untuk persediaan bahan makanan bagaimana?
MUA    :Untuk bahan makanan juga tidak separah yang diberitakan di Tanah Air. Sekarang toko-toko mulai buka. Bahkan warung sayur dan
buah selalu buka selama masa kekacauan ini. Permasalahan mungkin ada pada keuangan kami karena lembaga beasiswa memending sementara pemberian beasiswanya. Jadi mahasiswa-mahasiwa yang hanya mengandalkan beasiswa ini menjadi kalang kabut.

WJ    :Kapan mau dievakuasi?
MUA    :Tidak tahulah, yang jelas kami minta untuk secepatnya. Untuk saat ini evakuasi adalah harga mati bagi kami. Kami semua
ketakutan dan cemas ketika keluar rumah. Keselamatan kami tak terjamin di sini. Setiap saat ada bahaya peluru nyasar, perampokan
rumah, penyergapan oleh militer yg mencurigai kami, dll...
    Kemarin ada wacana untuk mengungsikan kami ke Jordania dan Jeddah, tapi kurang tau kelanjutannya bagaimana.
    Seperti Pak Prasetyo (wartawan WJ-red) tahu sendiri di forum kami, evakuasi seluruh WNI di Mesir sebenarnya sudah merupakan
perintah presiden, tapi Dubes disini yg selalu mengulur-ulur waktu dengan mengatakan bahwa keadaan kami disini aman.
    Mau ga aman gimana, wong beliau rumahnya dikelilingi polisi dan duduk nyaman tak pernah kekurangan bahan makanan dll... ada
pembantu yg selalu menyiapkan semuanya.. Sedangkan kami harus selalu berhubungan dengan orang Mesir untuk memenuhi kebutuhan kami.
   Dan daerah kami pun tak seaman daerah para pejabat itu.

WJ    : Wah, senang bisa kuliah di Mesir ya?
MUA    :Yah..beginilah pak. So pasti senang. Kesempatan untuk bisa kuliah di Al-Azhar As-Syarif adalah kesempatan langka. Dan kami
adalah orang-orang yang beruntung mendapatkan kesempatan langka itu. Walaupun sudah melewati masa keemasannya, Al-Azhar masih
disegani dan masih menjadi kiblat keilmuan Islam di dunia. Ulama-ulama Islam terkemuka dunia banyak lahir disini. Dan saat ini pun masih tekumpul ulama2 ahli Islam disini.
    Apalagi Pak SBY sudah menjanjikan akan menjamin pengembalian kami ke sini setelah Mesir aman. Semoga ini bukan janji palsu.
WJ    :Ok..terima kasih.
(prasetyo)